Jumat, 03 Juli 2015

Ini sedih... silahkan disimak
Jadi ceritanya ada wanita china yang sakit kanker otak dan sudah stadium 4. Dia pernah menjalankan operasi satu kali, dan dokter memprediksikan umur dia hanya akan bertahan 1th tetapi perkiraan dokter salah, dia bisa betahan sampai saat itu dan sudah tiga tahun lamanya. Dia merasa wanita yang sangat bahagia karna dia menemukan suami yang amat sayang dengan dirinya, cerita dia berkenalan dengan suaminya pun cukup unik melalui wechat. Akhirnya belum lama kenal, laki-laki itu mengajaknya menikah, dia menggunakan speaker untuk mengungkapkan isi hati dan menyuntingnya di bawah rumah sakit. Wanita ini sangat bahagia, suaminya banyak sekali berkorban untuk dirinya. Suaminya selalu melakukan suatu hal yang membuat dirinya sempurna, seperti menggendongnya naik turun tangga karna suaminya tidak mau wanita itu capek, yang mencuci kakinya, dan masih banyak hal yang sudah dilakukan suaminya.
Dan pada suatu hari dia harus melakukan operasi lagi untuk ke dua kalinya di beijing. H-1 sebelum operasi dia mengikuti acara idream atau chenese dream show, dia menginginkan agara mimpinya bisa terwujud. Sebelum dia mengungkapkan apa mimpinya, wanita itu meminta kepada pembawa acarnya agar suaminya dipindahkan tempatnya agar tidak mendengar semua mimpinya itu sekarang, karna masih rahasia. Setelah itu dia bercerita tentang semua kisahnya, semua hal yang membahagiakannya, dan semua kisah yang telah dilalui bersama suaminya. Dia menginginkan apabila operasi dia tidak berhasil besok, dia menginginkan pacar baru untuk suaminya. Sesosok wanita yang baik, pendengar dan berbakti untuk suaminya itu.
Yaampun sedih.........
Dan diapun bercerita suami rela menjual rumahnya untuk biaya operasi, akhirnya biayanya pun ditanggung dan dibantu oleh para juri disana. Wanita itu sangat kuat, optimis, dan maju. Disana dia masih bisa tersenyum, dan membuat para penontonnya tersentuh. Diapun sempat menyanyikan lagu yang dipersembahkan untuk calon istri suaminya itu. Wanita ini strong bgt walaupun dokter bilang operasinya sangat berbahaya 80%, berarti kemungkinan keberhasilan operasi cuma 20%. Setelah itu pembawa acara, juri dan penontonnyapun berjanji agar menjaga rahasia mimpinya dan akhirnya suaminya pun disuruh naik keatas panggung.
Diatas panggung dan didepan banyak orang, mereka sempat bercerita dan sweet banget. Suaminya pun bilang harus menemani istrinya menghadapi hari2nya, karna itu yg harus laki2 lakukan. Waktu suaminya ditanya kenapa tetap cinta istrinya walaupun sakit, dia jawab ya karna dia suka dia... Pokonya dia Speechless, gak bisa menjelaskan. Cinta gak membutuhkan alasankan? Aaaaa. Sedih pokonya nonton ini. How lucky❤️❤️❤️
Ka silvy cerita lagi donggg
Posted by Dhea Hediyati On 03.56 No comments READ FULL POST
Ada seorang anak yg akan berulang tahun ke17, dia minta kado sebuah mobil ke Ayahnya. Dia anak satu2nya. Dia pernah mengatakan "Ayah, sebelum Ibu meninggal Ibu mengatakan ulang tahun ke 17 itu sangat spesial maka aku minta sebuah mobil ya Yah." Ayahnya pun menjawab "Kamu memang sudah cukup umur untuk mengendarai sebuah mobil, tapi Ayah belum mempunyai uang yg cukup untuk membelinya." Sejak saat itu anaknya pun sering menangis dan mengurung diri di kamar.
Dan hari ulang tahunnya pun datang, tepat pukul 12 malam anaknya sedang tertidur. Terdengar suara langkah Ayahnya menuju kamar anaknya, anak tersebut berpura2 tidur. Sampai saat ayahnya membuka pintu, membangunkannya dan mengucapkan "Happy birthday ya nak, ini kado untukmu." Diberikannya sebuah bungkusan kecil, dan dibukalah kado itu oleh anaknya. Didapatnya sebuah buku bercover tulisan LIFE. Tapi anak itu langsung membanting bukunya, dan berkata "AYAH! BUKAN INI KADO YG AKU MAU, AKU MAU SEBUAH MOBIL. AYAH TIDAK SAYANG AKU." Dan pada saat itu anak tersebut pergi meninggalkan rumah. Berkali-kali Ayahnya mencari keberadaan anaknya tetapi tidak ketemu.
8 tahun sudah berlalu, dan anak itupun sudah sukses. Dia tidak ingat Ayahnya, dan dia merasa Ayahnya pembawa sial. Pada suatu hari ada yg tlp dan dia mengatakan bahwa dia tetangga Ayahnya. 
T: "Halo, apa benar ini anak pak Tomi?"
A: "Iya saya anaknya, tapi dia bukan Ayah saya lagi."
T: "Ayahmu sudah meninggal nak, sebelum dia meninggal dia pernah menitipkan pesan untukmu. Kamu diminta untuk mengunjungi rumah kamu dulu." 
A: "SAYA TIDAK PEDULI, DIA BUKAN AYAHKU LAGI!"
T: "Bagaimanapun dia adalah Ayahmu."
Anak itupun menutup tlp, dia sempat merenung. Dan dia akhirnya pergi kerumahnya terdahulu itu, semua tampak sama, tidak ada yg berubah, hanya saja tampak lebih tua. Dan dia masuk ke kamarnya itu, dia menemukan buku yg diberikan ayahnya dulu di hari ulang tahunnya yg ke 17 tahun. Saat itu dia mebukanya...
Pada halaman pertama terdapat tulisan "Happy Birthday sayang, ini Ayahmu. Terimakasih sudah menemani Ayah selama 17 tahun ini, semoga Allah selalu memberikan yg terbaik untukmu. Dibaca sampai akhir ya nak." Dan diapun membuka satu persatu halaman yg berisi foto-foto mereka dari kecil hingga besar. Dan dibukanya halaman terakhir didapatinya..... Sebuah kunci, kunci mobil. Mobil yang dulu sangat dia idam-idamkan. Dan ada sebuah tulisan "Ini yang kamu mau sayang, maaf Ayah selalu mengatakan belum bisa membelinya, karena Ayah tidak mau terlalu memanjakan kamu. Tapi Ayah sadar hanya kamu yg ada disisa hidupku ini, pergilah ke garasi dan bersenang-senanglah. Sekali lagi Ayah ucapkan Happy Birthday." Diapun menangis membaca dan melihat kunci tersebut, dia langsung ke garasi dan membukanya. Terlihat sebuah mobil yang dia inginkan, lalu dia membuka pintu mobil dan menemukan sebuah kertas bertulisan "jangan pernah tinggalin Ayah ya, Ayah sayang kamu." Dengan rasa amat bersalah, dia langsung pergi ke makam ayahnya dan meminta maaf.
LOVE YOUR DAD;")
Posted by Dhea Hediyati On 03.53 No comments READ FULL POST


Zaman Prasejarah
Manusia purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis, dll.

Zaman peradaban awal
Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit mental)
Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental)
Plato (gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)
Zaman Renaissesus
Pada zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul.

Era Pra Ilmiah
1. 1. Kepercayaan Animisme
Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.
2. 2. Kepercayaan Naturalisme
Suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda.
Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.

Era Modern
Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan air.
Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.
Pada tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The World Health Organization.


Referensi :
Loedin AA. Dalam:Lumenta B.Penyakit, Citra Alam dan Budaya.Tinjauan Fenomena Sosial. Cet.pertama Penerbit Kanisius,1989. hal.7-8.
Priyanti Pakan, MF.Hatta Swa sono. Antropologi Kesehatan.Jakarta:Percetakan Universitas Indonesia, 1986.

Solita Sarwono. Sosiologi Kesehatan: beberapa konsep beserta aplikasinya. Gajah Mada University Press. Cet. pertama,1993. hal. 31-
Posted by Dhea Hediyati On 03.41 No comments READ FULL POST
GANGGUAN KOGNITIF DAN GANGGUAN PSIKOLOGIS YANG TERKAIT DENGAN PENUAAN

A. Gangguan Kognitif
Gangguan kognitif  meliputi gangguan dalam pikiran atau ingatan yang menggambarkan perubahan nyata dari tingkat fungsi individu yang sebelumnya. Gangguan kognitif terjadi apabila otak mengalami kerusakan atau mengalami hendaya dalam kemampuannya untuk berfungsi akibat luka-luka, penyakit, keterpaparan terhadap racun-racun, atau penggunaan dan penyalahgunaan obat-obatan psikoaktif. Orang-orang dengan gangguan kognitif mungkin sepenuhnya akan menjadi bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam hal makan, beraktivitas di toilet, dan berdandan. Terdapat 3 jenis utama dalam gangguan kognitif, antara lain:
1.      Delirium
Delirium mencakup keadaan kebingungan mental yang ekstrem dimana orang mengalami kesulitan berkonsentrasi dan berbicara secara jelas dan masuk akal. Orang yang terkena delirium mungkin mengalami kesulitan untuk mengabaikan stimulus yang tidak sesuai atau mengalihkan perhatian mereka pada tugas yang baru. Berikut ini ada beberapa faktor-faktor penyebab delirium, diantaranya:
a)      Kondisi medis, seperti ganguan metabolisme
b)      Penyakit-penyakit otak
c)      Putus zat secara tiba-tiba dari alkohol dalam kasus alkoholisme
2.      Demensia
Demensia meliputi deteriorasi mendalam pada fungsi mental yang ditandai oleh masalah yang berat pada ingatan dan satu atau lebih defisit kognitif. Demensia biasanya menyerang orang-orang yang berusia lebih dari 80 tahun. Dementia bermula setelah usia 65 tahun yang disebut dengan dementia onset lambat atau dementia senil. Sedangkan yang bermula pada usia 65 tahun atau lebih awal disebut sebagai dementia onset awal atau dementia prasenil. Berikut ini adalah penurunan koognitif pada dementia, yaitu:
a)      Afasia, hendaya dalam kemampuan memahami dan/atau berbicara
b)      Apraksia, hendaya dalam kemampuan menampilkan gerakan yang bertujuan walaupun tiada gangguan pada fungsi motorik
c)      Agnosia, ketidakmampuan untuk menganali objek meskipun sistem sensoris tetap baik
d)      Gangguan dalam fungsi eksekutif, penurunan kemampuan dalam hal perencanaan, pengorganisasian, atau merangkai aktivitas, atau untuk berpikir secara abstrak
Dibawah ini ada beberapa penyebab dari gangguan dementia, antara lain:
a)      Penyakit-penyakit otak
b)      Neurosifilis
c)      Stroke berganda
d)      Tumor otak
e)      Trauma kepala
f)        Infeksi otak
3.      Gangguan amnestik
Gangguan amnestik ditandai oleh penurunan fungsi ingatan secara secara dramatis yang tidak berhubungan dengan keadaan delirium atau dementia. Amnesti meliputi ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru atau untuk mengingat kembali informasi yang sebelumnya dapat diakses atau kejadian-kejadian masa lalu dari kehidupan seseorang. Penyebab amnesia mencakup mencakup operasi otak, hipoksia atau kehilangan oksigen di otak secara mendadak, infeksi atau penyakit otak, infarktus atau penyumbatan pada pembuluh darah yang menyalurkan darah ke otak, serta penggunaan yang kronis dan berat zat-zat psikoaktif tertentu.
B. Gangguan Psikologis yang Terkait dengan Penuaan
Banyak perubahan psikologis yang terjadi sejalan dengan penuaan. Perubahan dalam metabolisme kalsium mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan meningkatkan risiko parah apabila sampai terjatuh. Kulit tumbuh kurang elastis, menyebabkan keriput dan lipatan, indra jadi kurang tajam, sehingga orang tua kurang dapat melihat dan mendengar secara akurat. Orang lanjut usia butuh waktu lebih lama untuk berespons terhadap stimulus, baik ketika mereka mengemudi maupun saat melakukan tes intelegensi. Di bawah ini ada beberpa gangguan psikologi yang terkait dengan penuaan, antara lain:
1.      Gangguan kecemasan dan penuaan
Gangguan kecemasan merupakan jenis gangguan mental yang paling umum menyerang orang tua. Gangguan kecemasan yang paling sering terjadi pada orang lanjut usia adalah gangguan kecemasan menyeluruh dan gangguan fobia. Gangguan kecemasan menyeluruh mungkin timbul dari persepsi bahwa orang tersebut kehilangan kendali atas kehidupannya, yang mungkin berkembang pada masa kehidupan lanjut ketika orang itu berusaha melawan penyakitnya, kehilangan teman-teman dan orang yang dicintai,  serta mengalami penurunan kesempatan dalam hal ekonomi. Obat penenang ringan seperti benzodiazepine,  biasanya digunakan untuk mengatasi kecemasan pada orang usia lanjut.
2.      Depresi dan penuaan
Depresi pada masa tua dihubungkan dengan tingkat penurunan fisik yang lebih cepat dan tingkat mortalitas yang tinggi. Orang-orang lanjut usia sangat rentan terhadap depresi yang disebabkan oleh stres dalam menghadapi perubahan-perubahan kehidupan yang berhubungan dengan apa yang dahulu disebut sebagai tahun emas-pensiun, penyakit atau ketidakmampuan fisik, penempatan dalam panti jompo, kematian pasangan, saudara kandung, teman lama, dan kenalan-kenalan, atau kebutuhan untuk merawat pasangan yang kesehatannya menurun.
3.      Gangguan tidur dan penuaan
Gangguan tidur terutama insomnia umumnya terjadi pada orang lanjut usia. Orang lebih cenderung mengalami gangguan tidur saat mereka tua, hal ini mungkin disebabkan adanya depresi, kecemasan, faktor-faktor psikososial, seperti kesepian dan kesulitan yang terkait dengan tidur itu sendiri. Disfungsi kognitif, seperti perhatian yang berlebihan terhadap dampak-dampak negatif dari kurangnya tidur dan persepsi keputusan serta ketidakberdayaan dalam mengendalikan tidur, hal-hal tersebut dapat memainkan peran dalam memunculkan insomnia pada orang lanjut usia. Penenang ringan sering digunakan untuk merawat insomnia pada orang yang usia lanjut. Namun, masalah-masalah seperti ketergantungan dan simtom putus zat haruslah diperhatikan untuk penggunaan obat jangka panjang.
4.      Demensia tipe alzheimer
Penyakit alzheimer (AD) merupakan penyakit otak degeneratif yang menyebabkan bentuk demensia yang progresif dan tidak dapat diperbaiki, yang ditandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif lainnya. Orang-orang yang berusia lanjut mengeluh tidak dapat mengingat nama-nama seperti apa yang diingatnya dahulu. Meskipun lupa yang ringan mungkin mengkhawatirkan orang-orang, hal ini tidak akan mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan mereka.
a)      Diagnosis, didasarkan pada proses pengecualian dan hanya diberikan ketika kemungkinan penyebab lain dari demensia dihilangkan. Diagnosis untuk mengkonfirmasi AD dapat dibuat hanya berdasar pemeriksaan terhadap jaringan otak melalui biopsi atau autopsi. Namun, biopsi jarang dilakukan karena adanya risiko hemoragi atau infeksi.
b)      Ciri-ciri penyakit alzheimer, tahap awal dari penyakit ini ditandai oleh masalah-masalah keterbatasan ingatan dan perubahan kepribadian yang tidak kentara. Orang-orang dengan AD dalam tingkat keparahan sedang mungkin tidak dapat memilih pakaian untuk musim atau acara tertentu. Sejumlah orang yang menderita AD tidak menyadari kekurangan mereka. Hendaya kognitif menjadi semakin parah ketika penyakit berkembang. Orang yang menderita AD dengan tingkat keparahan sedang mungkin akan mulai berjalan dengan langkah yang lebih pendek atau lebih pelan. Orang-orang yang menderita AD tingkat lanjut akan mulai berbicara dengan diri mereka sendiri atau mengalami halusinasi visual atau bahkan waham paranoid. Pada tingkat yang paling parah, fungsi kognitif menurun hingga derajat dimana orang tersebut menjadi tidak berdaya.
c)      Faktor-faktor penyebab alzheimer, kita mengetahui bahwa plak atau semacam gumpalan serat besi yang terbentuk di otak yang menderita penyakit alzheimer, terdiri dari material yang disebut dengan beta amyloid yang terdiri dari fragmen-fragmen protein yang berserat. Alzheimer mungkin menyebabkan mutasi genetis, fragmen-fragmen tersebut terpisah dari protein yang lebih besar selama metabolisme dan  berkumpul bersama dalam ikatan yang menarik sisa-sisa sel-sel saraf lainnya hingga membentuk plak. Plak-plak tersebut mungkin bertanggungjawab atas musnahnya jaringan-jaringan otak yang berdekatan, menyebabkan kematian sel-sel otak yang membentang di daerah otak yang luas, yang pada gilirannya akan menyebabkan hilangnya ingatan, kebingungan, dan simtom-simtom lain dari penyakit.
d)      Penanganan alzheimer, penanganan alzheimer dengan menggunakan obat-obatan, dimana obat-obatan ini semuanya bekerja dengan menghambat pemecahan Ach, yang meningkatkan ketersediaan dari zat-zat kimia di otak. Obat-obat ini hanya bisa memperlambat perkembangan penyakit. Selain menggunakan obat-obatan AD dapat ditangani dengan intervensi psikososial, seperti program pelatihan ingatan. Ibuprofen mungkin mengurangi risiko AD dengan mengurangi radang otak yang dihubungkan dengan penyakit AD.
5.      Demensia vaskular
Demensia vaskular adalah bentuk demensia yang merupakan akibat dari stroke yang berulang-ulang. Demensia vaskular kebanyakan menyerang orang pada usia lanjut. Demensia vaskular biasanya diakibatkan oleh stroke berganda yang terjadi pada waktu yang berbeda dan memiliki efek kumulatif pada kisaran yang luas dari kemampuan mental. Ciri-ciri demensia vaskular, demensia vaskular biasanya terjadi secara cepat dengan mengikuti tahap-tahap deteriorasi yang mencakup pola penurunan fungsi kognitif yang cepat dan diyakini  mencerminkan dampak dari stroke tambahan. Beberapa fungsi kognitif mungkin relatif tetap baik di awal serangan penyakit.
6.      Demensia akibat kondisi medis umum
a)      Demensia akibat penyakit pick, penyakit pick menyebabkan demensia progresif. Simtom-simtomnya mencakup hilangnya ingatan dan ketidaklayakan secara sosial. Penyakit pick diyakini berkontribusi pada sekitar 5% dari demensia. Penyakit ini paling banyak terjadi antara usia 50 dan 60 tahun. Risiko akan berkurang dengan meningkatnya usia setelah 70 tahun. Penyakit pick lebih banyak dialami oleh laki-laki.
b)      Demensia akibat penyakit parkinson, demensia terjadi sekitar 20% hingga 60% orang yang menderita parkinson. Penyakit parkinson ditandai oleh getaran-getaran anggota badan yang tidak terkontrol, gangguan dalam postur, dan hilangnya kontrol terhadap gerakan tubuh.
c)      Demensia akibat penyakit huntington, penyakit huntington mempengaruhi sekitar 1 dari 10.000 orang, biasanya berawal pada masa dewasa antara 30 dan 45 tahun. Laki-laki dan perempuan cenderung memiliki kemungkinan yang sama untuk terserang penyakit ini. Penyakit huntington disebabkan oleh kerusakan genetis pada satu gen yang telah mengalami kerusakan. Penyakit ini diturunkan secara genetis.
d)      Demensia akibat penyakit HIV, demensia jarang terjadi pada orang dengan HIV yang belum berkembang menjadi AIDS sepenuhnya. Satu dari empat orang yang mengidap AIDS mengembangkan beberapa bentuk hendaya kognitif yang dapat berkembang menjadi demensia.
e)      Demensia akibat penyakit creutzfeldt-jakob, penyakit ini merupakan penyakit otak yang jarang terjadi dan fatal. Penyakit ini ditandai oleh pembentukan rongga kecil pada otak yang menyerupai lubang-lubang  pada spons. Penyakit ini biasanya menyerang orang-orang pada rentang usia 40-60 tahun. Pada sekitar 5% hingga 15% kasus terdapat bukti penularan dalam keluarga, yang mengindikasikan bahwa komponen genetis mungkin terlibat dalam menentukan kerentanan terhadap penyakit ini.
f)        Demensia akibat trauma kepala, trauma kepala dapat melukai otak. Sentakan yang keras, pukulan, atau jaringan-jaringan otak yang terpotong, biasanya karena kecelakaan atau akibat serangan adalah penyebab dari luka pada otak. Demensia progresif akibat trauma kepala lebih cenderung merupakan hasil trauma kepala berulang daripada pukulan atau trauma kepala tunggal.
Pendekatan Penanganan
1.        Delirium, mungkin akan hilang secara spontan atau apabila kondisi medis yang mendasarinya berhasil ditangani. Serta pengawasan pada lingkup rumah sakit mungkin sangat dibutuhkan.
2.        Demensia, perawatan yang tersedia untuk demensia tipe alzheimer terbatas pada obat-obatan yang mungkin memperlambat perkembangan penyakit namun tidak dapat menyembuhkannya.
3.        Gangguan amnestik, ingatan mungkin kembali secara spontan atau dengan perawatan yang efektif terhadap kondisi yang mendasarinya.

DAFTAR PUSTAKA
Nevid S, Jeffrey., Spencer A Rathus ., dan Beverly Greeny. 2005. Psikologi

              Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Posted by Dhea Hediyati On 02.26 No comments READ FULL POST
A. Gangguan Identitas Gender
Identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria maupun wanita. Sedangkan gangguan identitas gender terjadi karena adanya konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya. Gangguan identitas gender dapat berawal sejak masa anak-anak. Diagnosis gangguan identitas gender diterapkan pada anak-anak yang secara kuat menolak sifat anatomi mereka atau pada mereka yang terfokus pada pakaian atau aktivitas yang merupakan stereotipe dari gender lain. Diagnosis gangguan identitas gender diberikan baik pada anak-anak maupun orang dewasa yang mempersepsikan diri mereka secara psikologis sebagai anggota dari gender yang berlawanan dan yang secara terus-menerus menunjukkan ketidaknyamanan terhadap anatomi gender mereka sendiri. Pria memiliki kecenderungan yang lebih banyak untuk melakukan perubahan gender, seperti 4:1, tetapi secara umum hasilnya lebih banyak disukai untuk kasus wanita menjadi pria.
Berikut ini ada beberapa ciri-ciri klinis dari gangguan idenitas gender, antara lain:
1.      Identitas yang kuat dan persisten terhadap gender lainnya.
Di bawah ini adalah beberapa hal yang diperlukan untuk diagnosis pada anak-anak, yaitu:
a)      Ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lainnya,
b)      Preferensi untuk menggunakan pakaian yang merupakan tipikal dari gender lainnya,
c)      Adanya fantasi yang terus-menerus untuk menjadi anggota dari gender lain,
d)      Hasrat untuk berpartisipasi dalam aktivitas waktu luang dan permainan yang merupakan stereotip dari gender lainnya, dan
e)      Preferensi yang kuat untuk memiliki teman bermain dari gender lain.
2.      Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus ada dengan anatomi gendernya sendiri atau dengan perilaku yang merupakan tipe dari peran gendernya.
3.      Tidak ada kondisi interseks.
4.      Ciri-ciri tersebut dapat menimbulkan distres yang serius atau hendaya pada area penting yang terkait dengan pekerjaan, sosial, atau fungsi lainnya.


B. Parafilia
Parafilia merupakan suatu kondisi dimana seseorang menunjukkan keterangsangan seksual sebagai respons terhadap stimulus yang tidak biasa. Berikut ini ada beberapa tipe utama dari parafilia, antara lain:
1.      Ekshibisionisme, melibatkan dorongan yang kuat dan berulang untuk menunjukkan alat genital pada orang yang tidak dikenal dan yang tidak menduganya, dengan tujuan agar korban terkejut, syok, atau terangsang secara seksual. Orang penderita ekshibisionisme biasanya tidak tertarik pada kontak seksual aktual dengan korban dan hal ini bukan sesuatu yang berbahaya.
2.      Fetishisme, adalah ketertarikan seksual pada objek yang bukan manusia atau bagian tubuh tertentu. Para penderita fetishisme akan mengalami kepuasan seksual melalui masturbasi sambil membelai, menggosok-gosok, mencium objek tersebut, atau dengan melihat pasangan mereka menggunakan itu selama melakukan aktivitas seksual. Fetishisme dapat dilacak dari masa kanak-kanak.
3.      Voyeurisme, adalah bertindak berdasarkan atau mengalami distres akibat munculnya dorongan seksual yang kuat da terus-menerus sehubungan dengan fantasi yang melibatkan kegiatan melihat/memperlihatkan orang, biasanya orang tak dikenal yang sedang tidak berpakaian atau membuka pakaian atau sedang melakukan aktivitas seksual dimana mereka tidak menduganya. Tujuannya adalah untuk mencapai kepuasan seksual. Orang yang melakukan veyeurisme biasanya tidak menginginkan aktivitas seksual dengan orang yang diobservasi.
4.      Froterisme, adalah adanya dorongan seksual yang kuat secara persisten yang melibatkan kegiatan menggosok atau menyentuh tubuh orang lain tanpa izin.
5.      Pedofilia, adalah dorongan seksual yang kuat dan berulang serta adanya fantasi terkait yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak-anak yang belum puber (biasanya usia 13 tahun atau lebih muda). Pemberian diagnosis pedofilia pada seseorang setidaknya harus berusia 16 tahun dan setidaknya 5 tahun lebih tua daripada anak-anak yang mereka rasakan ketertarikan secara seksual atau yang menjadi korban.
6.      Masokisme seksual, adalah kepuasan seksual yang dihubungkan dengan menerima penghinaan atau rasa sakit. Masokisme seksual melibatkan situasi mengikat atau menyakiti diri sendiri pada saat masturbasi atau berfantasi seksual.
7.      Sadisme seksual, adalah kepuasan seksual yang dihubungkan dengan menimbulkan penghinaan atau rasa sakit pada orang lain. Diagnosis klinis untuk sadisme seksual biasanya tidak diberikan, kecuali jika orang tersebut merasa tertekan akibat perilakunya atu tindakannya yang membahayakan diri sendiri atau orang lain.
8.      Transvestik fetishisme, adalah dorongan yang kuat dan berulang serta fantasi yang berhubungan dengan melibatkan memakai pakaian dari lawan jenisnya, dengan tujuan untuk mendapatkan rangsangan seksual. Transvestik fetishisme biasanya terjadi pada pria heteroseksual.
Di bawah ini ada beberapa faktor penyebab dari parafilia, antara lain:
1.      Perspektif teori belajar, stimulus yang tidak biasa menjadi stimulus terkondisi untuk rangsangan seksual akibat pemasangannya dengan aktivitas seksual di masa lalu, serta stimulus yang tidak biasa dapat menjadi erotis dengan cara melibatkannya dalam fantasi erotis dan masturbasi.
2.      Perspektif psikodinamika, kecemasan kastrasi yang tidak terselesaikan dari masa kanak-kanak yang menyebabkan rangsangan seksual dipindahkan pada objek atau aktivitas yang lebih aman.
3.      Perspektif multifaktor, penganiayaan seksual atau fisik pada masa kanak-kanak dapat merusak pola rangsangan seksual yang normal.
Beikut ini ada beberapa pendekatan penanganan untuk penderita parafilia, diantaranya:
1.      Penanganan biomedik, menggunakan antidepresan untuk membantu individu dapat mengontrol dorongan seksual yang menyimpang atau mengurangi dorongan seksual.
2.      Terapi kognitif-behavioral, memasangkan stimulus menyimpang dengan stimulus aversif,  memasangkan perilaku yang tidak diharapkan dengan stimulus aversif dalam imajinasi, dan metode nonaversif yang membantu individu untuk mencapai perilaku yang lebih adaptif.
C. Disfungsi Seksual
Disfungsi seksual meliputi masalah dalam minat, rangsangan, atau respons seksual. Berikut ini ada beberapa ciri-ciri umum dari disfungsi seksual, antara lain:
1.      Takut akan kegagalan, ketakutan yang terkait dengan kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi atau kegagalan untuk mencapai orgasme.
2.      Asumsi peran sebagai penonton dan bukan sebagai pelaku, memonitor dan mengevaluasi tubuh saat melakukan hubungan seks.
3.      Kurangnya self-esteem, kurangi pemikiran tentang kegagalan yang dihadapi untuk memenuhi standar normal.
4.      Efek emosional, rasa bersalah, rasa malu, frustasi, depresi, dan kecemasan.
5.      Perilaku menghindar, menghindari kontak seksual karena takut gagal untuk menampilkan performa yang adekuat, membuat berbagai macam alasan pada pasangannya masing-masing.
Siklus Respons Seksual
DSM menjabarkan siklus respons seksual ke dalam 4 fase, yaitu:
1.      Fase keinginan, melibatkan hasrat untuk melakukan aktivitas seksual.
2.      Fase perangsangan, melibatkan perubahan fisik dan perasaan nikmat yang muncul saat proses rangsangan seksual. Dalam proses ini, detak jantung, pernapasan, dan tekanan darah meningkat.
3.      Fase orgasme, tegangan seksual mencapai puncaknya dan dilepaskan melalui kontraksi ritmik involunter dari oto pelvis disertai dengan perasaan nikmat.
4.      Fase resolusi, fase dimana terjadinya relaksasi dan perasaan nyaman.
Jenis-Jenis Disfungsi Seksual
1.      Gangguan hasrat seksual, merupakan gangguan dalam nafas sesksual atau suatu keengganan terhadap aktivitas seksual genital. Orang dengan gangguan seksual hipoaktif  tidak atau kurang memiliki minat atau hasrat seksual, hal ini terjadi karena kurangnya atau tidak adanya fantasi seksual. Sedangkan, orang dengan gangguan seksual aversi memiliki keengganan yang kuat pada kontak seksual genital dan menghindari semua atau hampir semua kontak genital dengan pasangannya.
2.      Gangguan rangsangan seksual, adalah ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan respons fisiologis yang terkait dengan rangsangan seksual  (lubrikasi vagina pada wanita atau ereksi penis pada pria) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan aktivitas seksual. Diagnosis gangguan rangsangan seksual pada wanita dan gangguan ereksi pada pria diberikan bila terdapat masalah yang terus ada dan berulang untuk dapat terangsang secara genital.
3.      Gangguan orgasme, adalah suatu refleks involunter yang menghasilkan kontraksi ritmik dari otot pelvis dan biasanya disertai dengan perasaan nikmat yang kuat. Ada 3 jenis spesifik dari gangguan orgasme, yaitu:
a)      Gangguan orgasme wanita, yaitu disfungsi seksual pada wanita yang melibatkan kesulitan mencapai orgasme atau ketidakmampuan untuk mencapai orgasme setelah  adanya hasrat dan rangsangan seksual dalam tingkatan yang normal.
b)      Gangguan orgasme pria, yaitu disfungsi seksual pada pria yang melibatkan kesulitan mencapai orgasme setelah melalui suatu pola normal dari hasrat dan rangsangan seksual.
c)      Ejakulasi dini, yaitu disfungsi seksual pada pria yang ditandai oleh terjadinya ejakulasi setelah diberikan stimulasi seksual yang minim.
4.      Gangguan nyeri seksual, saat melakukan hubungan seksual selalu dihubungkan dengan sakit/nyeri yang berulang pada daerah sekitar genital. Gangguan nyeri ini tidak bisa dijelaskan secara medis, karena beberapa ahli menduga bahwa gangguan nyeri berhubngan dengan kondisi psikologis.
Berikut ini ada beberapa faktor penyebab dari adanya disfungsi seksual yang dialami oleh seseorang, antara lain:
1.      Faktor biologis, penyakit atau kurangnya produksi hormon seks dapat mengganggu hasrat, rangsangan, atau respons seksual.
2.      Faktor psikodinamika, bahwa konflik tak sadar yang berasal dari masa kanak-kanak dapat menjadi akar permasalahan dalam merespons rangsangan seksual.
3.      Faktor psikososial, diantaranya:
a)      Kecemasan akan performa muncul dari kepedulian yang berlebihan terhadap kemampuan seseorang untuk memberikan performa seksual yang baik,
b)      Riwayat trauma atau penganiayaan seksual,
c)      Kurangnya kesempatan untuk mendapatkan keterampilan seksual, dan
d)      Pemaparan terhadap sikap dan kepercayaan negatif tentang seksualitas terutama seksualitas wanita.
4.      Faktor kognitif, diantaranya:
a)      Pengadopsian kepercayaan irasional dapat menyebabkan kecemasan akan performa,
b)      Pada ejakulasi dini, gagal untuk mengatur peningkatan level tegangan seksual yang menyebabkan ejakulasi, dan
c)      Pengaruh kognisi dapat menghambat respons seksual yang normal.
5.      Faktor hubungan, masalah hubungan dan kegagalan untuk mengomunikasikan kebutuhan seksual.
Berikut ini ada beberapa pendekatan penanganan untuk mengatasi masalah disfungsi seksual, antara lain:
1.      Penanganan biomedis, melibatkan penggunaan obat-obatan untuk menangani disfungsi ereksi atau ejakulasi dini.
2.      Terapi kognitif-behavioral, terapi seks yaitu teknik kognitif-behavioral singkat yang membantu individu dan pasangan untuk mengembangkan hubungan seksual yang lebih memuaskan dan mengurangi kecemasan akan performa.

REFERENSI
Nevid S, Jeffrey., Spencer A Rathus ., dan Beverly Greeny. 2005. Psikologi

              Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Posted by Dhea Hediyati On 02.24 No comments READ FULL POST
Gangguan makan adalah gangguan yang memiliki karakteristik pola makan yang terganggu dan cara yang maladaptif dalam mengontrol berat badan. Pola disfungsional dalam gangguan makan ini memiliki dua tipe utama, yaitu:
1.      Anoreksia Nervosa
Anoreksia nevrosa memiliki arti yaitu tidak memiliki hasrat untuk makan yang sesungguhnya merupakan suatu hal yang keliru, karena kehilangan nafsu makan di antara penderita anoreksia nervosa itu jarang sekali terjadi. Akan tetapi, penderita mungkin menolak makan lebih dari yang dibutuhkan untuk mempertahankan berat badan yang minimal sesuai dengan tinggi badan dan usia mereka. Mereka sering melaparkan diri mereka hingga pada suatu titik yang membahayakan. Anoreksia nervosa berkembang pada tahap remaja awal dan akhir, berkisar pada usia 12 sampai 18 tahun. Berikut ini adalah beberapa karakteristik diagnostik dari anoreksia nervosa, antara lain:
a.       Menolak untuk mempertahankan berat badan pada atau di atas berat badan minimal yang normal sesuai dengan usia dan tinggi seseorang,
b.      Ketakutan yang kuat terhadap penambahan berat badan atau menjadi gemuk,
c.       Citra tubuh yang terdistorsi dimana tubuh seseorang atau bagian tubuh seseorang dipandang gemuk, walaupun orang lain memandang orang tersebut sebagai orang yang kurus, dan
d.      Dalam kasus wanita yang telah mengalami menstruasi, akan terjadi ketidakhadiran tiga atau lebih periode menstruasi.
Anoreksia nervosa lebih sering dialami oleh wanita., namun jumlah pria muda yang menunjukkan anoreksia nervosa makin bertambah. Anoreksia nervosa mempunyai dua subtipe umum, yaitu tipe makan berlebihan/membersihkan dan tipa makan menahan. Pada tipe pertama, ditandai oleh episode dari makan yang berlebihan dan lalu memuntahkannya. Anoreksia nervosa dapat berakibat fatal. Berkurangnya berat badan sebesar 35% akan dapat menimbulkan anemia. Wanita yang menderita anoreksia nervosa ini bisanya memilki masalah pada kulit, seperti kulit kering, kulit pecah, rambut lepek, bahkan perubahan warna yang menjadi kekuningan akan muncul beberapa tahun setelah berat badan naik kembali. Angka kematian dari anoreksia nervosa ini diperkirakan antara 5% sampai 8% selama periode 10 tahun, dengan kebanyakan kematian disebabkan oleh bunuh diri atau komplikasi medis yang dihubungkan dengan penurunan berat badan yang parah.
2.      Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa adalah ganguan makan yang memiliki karakteristik episode yang berulang untuk menelan makanan dalam jumlah besar, diikuti dengan penggunaan cara-cara yang tidak tepat untuk mencegah pertambahan berat badan. Seseorang yang menderita gangguan bulimia nervosa biasanya mencolok tenggorokkan mereka untuk menimbulkan perasaan ingin muntah. Berikut ini ada beberapa karakteristik diagnostik dari bulimia nervosa, antara lain:
a.       Episode yang berulang dari makan yang berlebihan, seperti:
1)      Memakan makanan dalam jumlah yang sangat luar biasa selama periode 2 jam, dan
2)      Merasa kehilangan kontrol terhadap pemasukan makanan pada saat episode tersebut.
b.      Perilaku tidak sesuai yang saling terjadi untuk menjaga berat tubuh yang tidak ingin bertambah.
c.       Rata-rata minimal dalam seminggu terjadi dua episode makan berlebihan dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai untuk menghindari bertambahnya berat badan, dan hal ini terjadi minimal selama 3 bulan.
d.      Perhatian berlebihan yang terus-menerus terhadap bentuk dan berat badan.
Makan yang berlebihan biasanya berlangsung selama 30 sampai 60 menit dan ditujukan untuk mengonsumsi makanan yang seharusnya dihindari. Rata-rata  bulimia terjadi saat remaja akhir, ketika tekanan tentang diet dan ketidakpuasan akan bentuk tubuh atau berat badan berada pada puncaknya. Bulimia juga dapat berhubungan dengan banyak komplikasi medis. Dampak yang mungkin akan terjadi pada penderita bulimia adalah iritasi pada kulit sekitar mulut yang disebabkan karena seringnya kontak dengan asam lambung, terhambatnya air liur, peluruhan enamel gigi, dan karang gigi. Gangguan fungsi menstruasi juga ditemukan pada 50% wanita penderita bulimia yang memiliki berat badan normal.
Gangguan Makan Berlebihan
Orang yang mengidap gangguan makan berlebihan akan menunjukkan pola makan secara berlebihan berulang kali tetapi tidak mengeluarkan makanan tersebut sesudahnya. Gangguan makan berlebihan lebih umum ditemukan di antara individu yang mengalami obesitas. Gangguan makan dipercaya mempengaruhi 2% dari populasi.  Orang-orang dengan gangguan makan berlebihan cenderung akan lebih tua daripada penderita anoreksia dan bulimia.
Faktor Penyebab Gangguan Makan
Ada beberapa faktor penyebab bagi timbulnya gangguan makan, antara lain:
1.      Faktor sosiokultural, tekanan yang berlebihan pada wanita muda untuk mencapai standar kurus yang tidak realistis.
2.      Faktor psikologis, diet kaku atau sangat membatasi dapat mengakibatkan berkurangnya kontrol yang diikuti dengan pelanggaran diet dan menghasilkan makan berlebihan yang bersifat bulimia. Ketidakpuasan pada tubuh memicu dilakukannya cara-cara yang tidak sehat untuk mencapai berat badan yang diinginkan. Merasa kurang memiliki kontrol atas berbagai aspek kehidupan lain selain diet. Kesulitan berpisah dari keluarga dan membangun identitas individual. Serta kebutuhan psikologis untuk kesempurnaan dan kecenderungan untuk berpikir secara dikotomis.
3.      Faktor keluarga, keluarga dari pasien gangguan makan sering kali memiliki karakteristik yang sama yaitu adanya konflik, kurangnya kedekatan dan pengasuhan, serta gagal dalam membangun kemandirian dan otonomi pada diri anak perempuan mereka. Dari perspektif sistem keluarga, gangguan makan pada perempuan dapat memberi keseimbangan pada keluarga yang disfungsional dengan mengalihkan perhatian dari masalah keluarga atau pun masalah pernikahan.
4.      Faktor biologis, ketidakseimbangan yang mungkin terjadi pada sistem neurotransmiter di otak yang mengatur mood dan nafsu makan. Serta kemungkinan pengaruh genetis.
Pendekatan Penanganan Gangguan Makan
Berikut ini ada beberapa pendekatan penanganan gangguan makan, diantaranya:
1.      Penanganan biomedis, yaitu:
a)      Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan untuk membantu pasien anoreksia mencapai berat badan yang sehat atau pasien bulimia mengatasi siklus makan berlebih lalu mengeluarkannya  dalam kasus dimana terapi rawat jalan telah gagal,
b)      Pengobatan antidepresan dapat digunakan untuk mengatur nafsu makan dengan mengubah proses kimia pada otak atau untuk melepaskan depresi yang mendasari.
2.      Psikoterapi, terapi psikodinamika  bertujuan untuk mengeksplorasi dan menyelesaikan konflik psikologis yang ada.
3.      Terapi behavioral kognitif, yaitu:
a)      Untuk membantu individu dengan gangguan makan mengalahkan pikiran dan keyakinan yang self-defeating serta mengembangkan kebiasaan makan dan pola berpikir yang lebih sehat,
b)      Modifikasi perilaku membantu pasien anoreksia yang dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan berat badan dengan memberi hadiah yang diinginkan untuk perilaku makan yang tepat, dan
c)      Pemaparan terhadap pencegahan respons membantu individu bulimia untuk menoleransi memakan makanan yang menurut mereka dilarang tanpa makan berlebihan dan mengeluarkannya.
4.      Terapi keluarga, terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik keluarga dan meningkatkan komunikasi di antara anggota keluarga.
B. OBESITAS
Obesitas dikelompokkan sebagai gangguan medis kronis, dan bukan merupakan gangguan psikologis (Atkinson, 1997). Obesitas juga merupakan faktor resiko terbesar untuk penyakit kronis yang secara potensial akan membahayakan jiwa, seperti sakit jantung, diabetes, dan beberapa bentuk dari kanker. Obesitas disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya:
1.      Faktor genetis
Obesitas kebanyakan terjadi karena faktor keturunan dalam keluarga. Banyak orang tua yang mengalami obesitas akan mendorong  anak-anaknya untuk menjadi seseorang yang gemuk, dan hal itu merupakan suatu contoh yang buruk. Para ahli mengatakan, bahwa faktor genetis memainkan peranan penting dalam menentukan resiko obesitas. Akan tetapi, faktor genetis tidak merupakan satu-satunya penyebab. Selebihnya dari itu, faktor lingkungan dan genetis sama-sama berpengaruh terhadap obesitas.
2.      Faktor metabolisme
Ketika seseorang kehilangan berat badan, terutama dengan jumlah yang signifikan, tubuh akan bereaksi seakan-akan kelaparan. Tubuh akan merespons penurunan berat badan dengan memperlambat tingkat metabolisme atau tingkat pembakaran kalori tubuh. Latihan fisik yang giat akan membakar kalori secara langsung dan dapat meningkatkan tingkat metabolisme dengan mengganti jaringan lemak dengan otot, terutama jika program latihan fisik ini melibatkan aktivitas angkat beban. Sehingga, sedikit demi sedikit, otot akan membakar lebih banyak kalori daripada lemak. Sebelum memulai latihan fisik, perlu memerikasakan diri ke dokter untuk menentukan jenis aktivitas mana yang paling baik untuk kondisi tubuh secara keseluruhan.
3.      Sel lemak
Orang yang memiliki lebih banyak jaringan lemak akan mengirimkan lebih banyak sinyal pengosongan lemak ke otak daripada orang yang memiliki berat badan yang sama tetapi memiliki lebih banyak sel lemak yang lebih sedikit. Sebagai hasilnya, mereka lebih cepat merasa membutuhkan makanan. Jumlah sel lemak dalam tubuh akan menentukan obesitas, tetapi hal itu tidak terlepas dari keturunan juga.
4.      Faktor gaya hidup
Faktor gaya hidup, seperti menerapkan pola makan tinggi lemak dan makan dalam porsi besar, juga sangat berkonstribusi terhadap obesitas.
5.      Faktor psikologis
Faktor psikologis yang berhubungan dengan makan berlebihan dan obesitas itu mencakup rendahnya self-esteem, kurangnya harapan self-efficacy, konflik keluarga, dan emosi negatif.
Perbedaan Etnik dan Sosioekonomi pada Obesitas
1.      Faktor sosioekonomi
Obesitas lebih umum dialami oleh orang-orang dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Orang yang lebih berada memiliki akses lebih besar untuk mengetahui informasi tentang nutrisi dan kesehatan. Sedangkan orang-orang yang kurang berada akan kurang teratur  dalam melakukan olahraga fisik, seperti yang dilakukan oleh orang-orang berada. Banyak orang-orang miskin di perkotaan juga menganggap bahwa makanan sebagai cara mengatasi stres akibat kemsikinan, diskriminasi, kepadatan, dan kejahatan.
2.      Akulturasi
Penerapan pola makan budaya barat yang tinggi lemak, berkurangnya tuntutan fisik dalam kegiatan industri, dan tingkat pengangguran yang kronis dikombinasikan dengan rendahnya tingkat aktivitas fisik disebutkan sebagai faktor-faktor yang berkonstribusi terhadap obesitas, terutama terjadi di kalangan orang-orang Amerika dan Kanada.
Pencegahan Obesitas
1.      Meningkatkan akses ke pendidikan kesehatan,
2.      Memasukkan kurikulum pendidikan kesehatan di seluruh sekolah negeri,
3.      Jaminan atas akses universal untuk penanganan obesitas, dan
4.      Meningkatkan akses untuk  makanan bergizi dan kesempatan berekreasi.
C. GANGGUAN TIDUR
Tidur merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Manusia membutuhkan setidaknya 7 jam atau lebih untuk tidur pada malam hari. Masalah tidur akan menyebabkan stres pribadi yang signifikan atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau peran lain yang dapat diklasifikasikan ke dalam sistem DSM sebagai gangguan tidur. Orang dengan gangguan tidur biasanya menghabiskan beberapa malam di pusat tidur, dimana mereka dihubungkan dengan kabel ke alat-alat yang mencatat respons fisiologis mereka selama tidur atau sedang berusaha untuk tidur menuju ke gelombang otak, tingkat jantung dan pernapasan, seterusnya. Sistem DSM gangguan tidur dikelompokkan ke dalam 2 kategori, yaitu:
1.      Dissomnia, adalah gangguan tidur yang memiliki karakteristik terganggunya jumlah, kualitas, atau waktu dari tidur. Ada 5 tipe khusus dari dissomnia, antara lain:
a)      Insomnia, insomnia biasanya muncul saat seseorang berada dalam keadaan stres. Insomnia kronis yang tidak disebabkan oleh gangguan psikologis atau fisik lainnya, atau efek obat atau pengobatan dalam insomnia disebut dengan insomnia primer. Insomnia primer mengakibatkan rasa lelah di siang hari dan menyebabkan timbulnya tingkat stres pribadi yang signifikan. Penderita insomnia primer memiliki kesulitan terus-menerus untuk tertidur, tetap tidur, atau mengalami tidur yang restoratif dalam jangka waktu sebulan atau lebih. Orang-orang muda dengan insomnia primer biasanya mengeluh membutuhkan waktu yang sangat lama untuk tertidur. Sedangkan orang yang lebih tua akan lebih banyak mengeluh saat sering terbangun pada malam hari, atau bangun terlalu awal di pagi hari.
b)      Hipersomnia, hipersomnia primer merupakan suatu rasa kantuk yang berlebihan sepanjang hari dan berlangsung sampai sebulan atau lebih. Rasa kantuk yang berlebihan dapat berbentuk kesulitan untuk bangun setelah periode tidur yang panjang (biasanya 8 sampai 12 jam tidur).
c)      Narkolepsi, orang dengan narkolepsi akan mengalami serangan tidur dimana mereka mendadak tertidur tanpa adanya pertanda pada waktu-waktu yang berbeda sepanjang hari. Mereka tetap tertidur dalam jangka waktu 15 menit. Diagnosis narkolepsi dapat diberikan ketika serangan tidur muncul setiap hari selama periode 3 bulan atau lebih dan dikombinasikan dengan kehadiran salah satu  atau kondisi-kondisi berikut:
1)      Kehilangan kontrol otot secara mendadak, dan
2)      Gangguan tidur  REM dalam tahap transisi antara tidur dan sadar.
d)      Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan, orang dengan gangguan tidur ini akan mengalami gangguan untuk tidur secara berulang-ulang yang disebabkan oleh masalah pernapasan. Gangguan ini akan mnegakibatkan insomnia atau rasa kantuk yang berlebihan di siang hari.
e)      Gangguan irama tidur sirkadia, pada gangguan ini, irama tidur menjadi sangat terganggu karena ketidakcocokan antara tuntutan jadwal tidur yang ditetapkan oleh seseorang dengan siklus internal tidur bangun orang tersebut. Penanganan pada gangguan ini akan melibatkan program penyesuaian secara bertahap pada jadwal tidur untuk menjadikan sistem sirkadia seseorang sesuai dengan perubahan jadwal tidur bangun.
2.      Parasomnia, adalah perilaku abnormal atau peristiwa fisiologis yang muncul pada saat tidur atau pada ambang batas antara saat terjaga dan tidur. Ada beberapa jenis-jenis dari parasomnia, antara lain:
a)      Gangguan mimpi buruk, adalah proses terjaga dari tidur secara berulang karena mimpi yang menakutkan. Orang dengan gangguan ini akan dapat mengingat mimpi buruk ini dengan jelas pada saat bangun tidur.  Mimpi buruk yang dialami sering dihubungkan dengan pengalaman traumatis dan umumnya lebih sering terjadi ketika individu berada dalam kondisi stres.
b)      Gangguan teror dalam tidur, gangguan ini melibatkan episode teror dalam tidur yang berulang yang menghasilkan proses terjaga secara tiba-tiba dan dimulai dengan teriakan panik. Orang dengan gangguan ini akan merasakan teror yang samar dan mampu menceritakan beberapa gambaran dari mimpinyai. Kebanyakan orang yang mengalami teror dalam tidur akan kembali tertidur dan tidak mengingat apa pun tentang pengalamannya semalam pada pagi harinya. Gangguan teror dalam tidur pada anak-anak biasanya muncul di masa remaja.
c)      Gangguan berjalan sambil tidur, merupakan episode berulang dimana orang-orang yang sedang tidur akan bangkit dari tempat tidur dan berjalan di sekitar rumah sambil tetap tertidur. Gangguan berjalan sambil tidur paling banyak terjadi pada anak-anak, mempengaruhi sekitar 1% sampai 5% anak-anak menurut sejumlah estimasi. Orang yang berjalan sambil tidur cenderung memiliki tatapan kosong pada wajah mereka selama episode ini berlangsung. Umumnya mereka tidak responsif terhadap orang lain dan sulit untuk terbangun. Ketika mereka terbangun, mereka hanya dapat mengingat sedikit dari pengalaman mereka semalam.
Pendekatan Penanganan Gangguan Tidur
1.      Terapi obat, dapat digunakan untuk penyembuhan jangka pendek bagi insomnia dan untuk mengatasi gangguan tidur lelap.
2.      Penanganan biomedis, pembedahan atau alat bantu mekanik yang dapat digunakan untuk membuka jalan udara pada pasien apnea.
3.      Terapi kognitif behavioral, dapat digunakan untuk mengubah kebiasaan tidur yang maladaptif dan pemikiran atau keyakinan yang disfungsional mengenai tidur.
Faktor Penyebab Gangguan Tidur
1.      Faktor biologis, seperti:
a)      Masalah fisik yang mendasari,
b)      Kerusakan genetis yang mungkin mengganggu mekanisme otak untuk mengontrol tidur, dan
c)      Penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi tidur normal.
2.      Faktor psikologis, seperti:
a)      Kecemasan, depresi yang mengganggu untuk dapat tertidur atau tetap tidur,
b)      Seringnya terjadi perubahan dalam waktu tidur dan bangun, dan
c)      Pemaparan terhadap trauma.

REFERENSI
Nevid S, Jeffrey., Rathus A, Spencer., dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi

              Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Posted by Dhea Hediyati On 02.21 No comments READ FULL POST
Pesan moral yang diambil dari video tersebut adalah, jangan pernah lelah untuk berbuat baik karena kebaikan sekecil apapun sangat bermakna, dan suatu saat kebaikan kecil yang kita berikan akan menjadi kebaikan yang luar biasa.
Posted by Dhea Hediyati On 02.20 No comments READ FULL POST


Soma berarti tubuh. Pada gangguan somatoform, masalah psikologis tampak dalam bentuk fisik. Gejala fisik dari gangguan somatoform, dimana tidak ada penjelasan secara fisiologis dan tidak dapat dikontrol secara sadar, berkaitan dengan faktor psikologis, biasanya kecemasan, dan untuk itu diasumsikan bahwa gangguan ini disebabkan oleh faktor psikologis. Pada bagian ini akan lebih dibahas mengenai dua gangguan somatoform yakni gangguan conversion dan gangguan somatization. Akan tetapi sebelumnya juga perlu diketahui bahwa dalam kategori DSM-IV-TR terdapat tiga bentuk lain dari gangguan somatoform, yakni pain disorder, body dysmorphic disorder, dan hypochondriasis.

PENGERTIAN DAN GEJALA
A. Pain Disorder
Pada pain disorder, penderita mengalami rasa sakit yang mengakibatkan ketidakmampuan secara signifikan;faktor psikologis diduga memainkan peranan penting pada kemunculan, bertahannya dan tingkat sakit yang dirasakan. Pasien kemungkinan tidak mampu untuk bekerja dan menjadi tergantung dengan obat pereda rasa sakit. Rasa nyeri yang timbul dapat berhubungan dengan konflik atau stress atau dapat pula terjadi agar individu dapat terhindar dari kegiatan yang tidak menyenangkan dan untuk mendapatkan perhatian dan simpati yang sebelumnya tidak didapat. Diagnosis akurat mengenai pain disorder terbilang sulit karena pengalaman subjektif dari rasa nyeri selalu merupakan fenomena yang dipengaruhi secara psikologis, dimana rasa nyeri itu sendiri bukanlah pengalaman sensoris yang sederhana, seperti penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, memutuskan apakah rasa nyeri yang dirasakan merupakan gangguan nyeri yang tergolong gangguan somatoform, amatlah sulit. Akan tetapi dalam beberapa kasus dapat dibedakan dengan jelas bagaimana rasa nyeri yang dialami oleh individu dengan gangguan somatoform dengan rasa nyeri dari individu yang mengalami nyeri akibat masalah fisik. Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

B. Body Dysmorphic Disorder
Pada body dysmorphic disorder, individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka, biasanya di bagian wajah, misalnya kerutan di wajah, rambut pada wajah yang berlebihan, atau bentuk dan ukuran hidung. Wanita cenderung pula fokus pada bagian kulit, pinggang, dada, dan kaki, sedangkan pria lebih cenderung memiliki kepercayaan bahwa mereka bertubuh pendek, ukuran penisnya terlalu kecil atau mereka memiliki terlalu banyak rambut di tubuhnya (Perugi dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Beberapa individu yang mengalami gangguan ini secara kompulsif akan menghabiskan berjam-jam setiap harinya untuk memperhatikan kekurangannya dengan berkaca di cermin. Ada pula yang menghindari cermin agar tidak diingatkan mengenai kekurangan mereka, atau mengkamuflasekan kekurangan mereka dengan, misalnya, mengenakan baju yang sangat longgar (Albertini & Philips daam Davidson, Neale, Kring, 2004). Beberapa bahkan mengurung diri di rumah untuk menghindari orang lain melihat kekurangan yang dibayangkannya. Hal ini sangat mengganggu dan terkadang dapat mengerah pada bunuh diri; seringnya konsultasi pada dokter bedah plastik dan beberapa individu yang mengalami hal ini bahkan melakukan operasi sendiri pada tubuhnya. Sayangnya, operasi plastik berperan kecil dalam menghilangkan kekhawatiran mereka (Veale dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Body dysmorphic disorder muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia social, gangguan kepribadian (Phillips&McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Faktor social dan budaya memainkan peranan penting pada bagaimana seseorang merasa apakah ia menarik atau tidak, seperti pada gangguan pola makan.

C. Hypochondriasis
Hypochondriasis adalah gangguan somatoform dimana individu diliputi dengan ketakutan memiliki penyakit yang serius dimana hal ini berlangsung berulang-ulang meskipun dari kepastian medis menyatakan sebaliknya, bahwa ia baik-baik saja. Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja dan cenderung terus berlanjut. Individu yang mengalami hal ini biasanya merupakan konsumen yang seringkali menggunakan pelayanan kesehatan; bahkan terkadang mereka manganggap dokter mereka tidak kompeten dan tidak perhatian (Pershing et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Dalam teori disebutkan bahwa mereka bersikap berlebihan pada sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang kadang terjadi, rasa sakit, sakit perut, sebagai bukti dari kepercayan mereka. Hypochondriasis seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan mood.

D. Conversion disorder
Pada conversion disorder, gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan rusaknya sistem saraf, padahal organ tubuh dan sistem saraf individu tersebut baik-baik saja. Aspek psikologis dari gejala conversion ini ditunjukkan dengan fakta bahwa biasanya gangguan ini muncul secara tiba-tiba dalam situasi yang tidak menyenangkan. Biasanya hal ini memungkinkan individu untuk menghindari beberapa aktivitas atau tanggung jawab atau individu sangat ingin mendapatkan perhatian. Istilah conversion, pada dasarnya berasal dari Freud, dimana disebutkan bahwa energi dari instink yang di repress dialihkan pada aspek sensori-motor dan mengganggu fungsi normal. Untuk itu, kecemasan dan konflik psikologis diyakini dialihkan pada gejala fisik.
Gejala conversion biasanya berkembang pada masa remaja atau awal masa dewasa, dimana biasanya muncul setelah adanya kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup. Prevalensi dari conversion disorder kurang dari 1 %, dan biasanya banyak dialami oleh wanita (Faravelli et al.,1997;Singh&Lee, 1997 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Conversion disorder biasanya berkaitan dengan diagnosis Axis I lainnya seperti depresi dan penyalahgunaan zat-zat terlarang, dan dengan gangguan kepribadian, yaitu borderline dan histrionic personality disorder (Binzer, Anderson&Kullgren, 1996;Rechlin, Loew&Jorashky, 1997 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

E. Somatization Disorder
Menurut DSM-IV-TR kriteria dari somatization disorder adalah memiliki sejarah dari banyak keluhan fisik selama bertahun-tahun; memiliki 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala sexual, dan 1 gejala pseudoneurological; gejala-gejala yang timbul tidak disebabkan oleh kondisi medis atau berlebihan dalam memberikan kondisi medis yang dialami.
Prevalensi dari somatiation disorder diperkirakan kurang dari 0.5% dari populasi Amerika, biasanya lebih sering muncul pada wanita, khususnya wanita African American dan Hispanic (Escobar et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004) dan pada pasien yang sedang menjalani pengibatan medis. Prevalensi ini lebih tinggi pada beberapa negara di Amerika Selatan dan di Puerto Rico (Tomassson, Kent&Coryell dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Somatizaton disorder biasanya dimulai pada awal masa dewasa (Cloninger et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).


ETIOLOGI
Etiologi dari Somatization Disorder
Diketahui bahwa individu yang mengalami somatization disorder biasanya lebih sensitive pada sensasi fisik, lebih sering mengalami sensasi fisik, atau menginterpretasikannya secara berlebihan (Kirmayer et al.,1994;Rief et al., 1998 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Kemungkinan lainnya adalah bahwa mereka memiliki sensasi fisik yang lebih kuat dari pada orang lain (Rief&Auer dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Pandangan behavioral dari somatization disorder menyatakan bahwa berbagai rasa sakit dan nyeri, ketidaknyamanan, dan disfungsi yang terjadi adalah manifestasi dari kecemasan yang tidak realistis terhadap sistem tubuh. Berkaitan dengan hal ini, ketika tingkat kecemasan tinggi, individu dengan somatization disorder memiliki kadar cortisol yang tinggi, yang merupakan indikasi bahwa mereka sedang stress (Rief et al., daam Davidson, Neale, Kring, 2004). Barangkali rasa tegang yang ekstrim pada otot perut mengakibatkan rasa pusing atau ingin muntah. Ketika fungsi normal sekali terganggu, pola maladaptif akan diperkuat dikarenakan oleh perhatian yang diterima.

Teori Psikoanalisis dari Conversion Disorder
Pada Studies in Hysteria (1895/1982), Breuer dan freud menyebutkan bahwa conversion disorder disebabkan ketika seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran. Gejala khusus conversion disebutkan dapat berhubungan seba-akibat dengan peristiwa traumatis yang memunculkan gejala tersebut.
Freud juga berhipotesis bahwa conversion disorder pada wanita terjadi pada awal kehidupan, diakibatkan oleh Electra complex yang tidak terselesaikan. Berdasarkan pandangan psikodinamik dari Sackheim dan koleganya, verbal reports dan tingkah laku dapat terpisah satu sama lain secara tidak sadar.Hysterically blind person dapat berkata bahwa ia tidak dapat melihat dan secara bersamaan dapat dipengaruhi oleh stimulus visual. Cara mereka menunjukkan bahwa mereka dapat melihat tergantung pada sejauh mana tingkat kebutaannya.

Teori Behavioral dari Conversion Disorder
Pandangan behavioral yang dikemukakan Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), menyebutkan bahwa gangguan konversi mirip dengan malingering, dimana individu mengadopsi simtom untuk mencapai suatu tujuan. Menurut pandangan mereka, individu dengan conversion disorder berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi. Hal ini menimbulkan dua pertanyaan : (1) Apakah seseorang mampu berbuat demikian? (2) Dalam kondisi seperti apa perilaku tersebut sering muncul ?
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, maka jawaban untuk pertanyaan (1) adalah ya. Seseorang dapat mengadopsi pola perilaku yang sesuai dengan gejala klasik conversion. Misalnya kelumpuhan, analgesias, dan kebutaan, seperti yang kita ketahui, dapat pula dimunculkan pada orang yang sedang dalam pengaruh hipnotis. Sedangkan untuk pertanyaan (2) Ullman dan Krasner mengspesifikasikan dua kondisi yang dapat meningkatkan kecenderungan ketidakmampuan motorik dan sensorik dapat ditiru. Pertama, individu harus memiliki pengalaman dengan peran yang akan diadopsi. Individu tersebut dapat memiliki masalah fisik yang serupa atau mengobservasi gejala tersebut pada orang lain. Kedua, permainan dari peran tersebut harus diberikan reward. Individu akan menampilkan ketidakampuan hanya jika perilaku itu diharapkan dapat mengurangi stress atau untuk memperoleh konsekuensi positif yang lain. Namun pandangan behavioral ini tidak sepenuhnya didukung oleh bukti-bukti literatur.

Faktor Sosial dan Budaya pada Conversion Disorder
Salah satu bukti bahwa faktor social dan budaya berperan dalam conversion disorder ditunjukkan dari semakin berkurangnya gangguan ini dalam beberapa abad terakhir. Beberapa hipotesis yang menjelaskan bahwa gangguan ini mulai berkurang adalah misalnya terapis yang ahli dalam bidang psikoanalisis menyebutkan bahwa dalam paruh kedua abad 19, ketika tingkat kemunculan conversion disorder tinggi di Perancis dan Austria, perilaku seksual yang di repress dapat berkontribusi pada meningktnya prevalensi gangguan ini. Berkurangnya gangguan ini dapat disebabkan oleh semakin luwesnya norma seksual dan semakin berkembangnya ilmu psikologi dan kedokteran pada abad ke 20, yang lebih toleran terhadap kecemasan akibat disfungsi yang tidak berkaitan dengan hal fisiologis daripada sebelumnya.
Selain itu peran faktor sosial dan budaya juga menunjukkan bahwa conversion disorder lebih sering dialami oleh mereka yang berada di daerah pedesaan atau berada pada tingkat sosioekonomi yang rendah (Binzer et al.,1996;Folks, Ford&Regan, 1984 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Mereka mengalami hal ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan mengenai konsep medis dan psikologis. Sementara itu, diagnosis mengenai hysteria berkurang pada masyarakat industrialis, seperti Inggris, dan lebih umum pada negara yang belum berkembang, seperti Libya (Pu et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004 ).

Faktor Biologis pada Conversion Disorder
Meskipun faktor genetic diperkirakan menjadi faktor penting dalam perkembangan conversion disorder, penelitian tidak mendukung hal ini. Sementara itu, dalam beberapa penelitian, gejala conversion lebih sering muncul pada bagian kiri tubuh dibandingkan dengan bagian kanan (Binzer et al.,dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Hal ini merupakan penemuan menarik karena fungsi bagian kiri tubuh dikontrol oleh hemisfer kanan otak. Hemisfer kanan otak juga diperkirakan lebih berperan dibandingkan hemisfer kiri berkaitan dengan emosi negatif. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang lebih besar diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang dapat diobservasi dari frekuensi gejala pada bagian kanan versus bagian kiri otak (Roelofs et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

TERAPI
Case report dan spekulasi klinis saat ini menjadi sumber informasi penting dalam membantu orang-orang yang mengalami gangguan ini. Pada analisa kasus, bukanlah ide yang baik untuk meyakinkan mereka yang mengalami gangguan ini bahwa gejala conversion yang mereka alami berhubungan dengan faktor psikologis. Pengetahuan klinis lebih menyajikan pendekatan yang lembut dan suportif dengan memberikan reward bagi kemajuan dalam proses pengobatan meeka (Simon dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Para terapis behaviorist lebih menyarankan pada mereka yang mengalami gangguan somatoform, beragam teknik yang dimaksudkan agar mereka menghilangkan gejala-gejala dari gangguan tersebut.

Terapi untuk Somatization Disorder
Para ahli kognitif dan behavioral meyakini bahwa tingginya tingkat kecemasan yang diasosiasikan dengan somatization disorder dipicu oleh situasi khusus. Akan tetapi semakin banyak pengobatan yang dibutuhkan, bagi orang yang “sakit” sekian lama maka akan tumbuh kebiasaan akan ketergantungan untuk menghindari tantangan hidup sehari-hari daripada menghadapi tantangan tersebut sebagai orang dewasa. Dalam pendekatan yang lebih umum mengenai somatization disorder, dokter hendaknya tidak meremehkan validitas dari keluhan fisik, tetapi perlu diminimalisir penggunaan tes-tes diagnosis dan obat-obatan, mempertahankan hubungan dengan mereka terlepas dari apakah mereka mengeluh tentang penyakitnya atau tidak (Monson&Smith dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

Terapi untuk Hypochondriasis
Secara umum, pendekatan cognitive-behavioral terbukti efektif dalam mengurangi hypochondriasis (e.g. Bach, 2000; Feranandez, Rodriguez&Fernandez, 2001, dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Penelitian menujukkan bahwa penderita hypochondriasis memperlihatkan bias kognitif dalam melihat ancaman ketika berkaitan dengan isu kesehatan (Smeets et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Cognitive-behavioral therapy dapat bertujuan untuk mengubah pemikiran pesimistis. Selain itu, pengobatan juga hendaknya dikaitkan dengan strategi yang mengalihkan penderita gangguan ini dari gejala-gejala tubuh dan meyakinkan mereka untuk mencari kepastian medis bahwa mereka tidak sakit (e.g. Salkovskis&Warwick, 1986;Visser&Bouman, 1992;Warwick&Salkovskis, 2001 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

Terapi untuk Pain Disorder
Pengobatan yang efektif cenderung memiliki hal-hal berikut :
memvalidasikan bahwa rasa nyeri itu adalah nyata dan bukan hanya ada dalam pikiran penderita
relaxation training
memberi reward kepada mereka yang berperilaku tidak seperti orang yang mengalami rasa nyeri

Secara umum disarankan untuk mengubah fokus perhatian dari apa yang tidak dapat dilakukan oleh penderita akibat rasa nyeri yang dialaminya, tetapi mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi stress, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau ketidaknyamanan yang penderita rasakan.

GANGGUAN DISOSIATIF

Disosiasi psikologis adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan disosiatif tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru.
Gejala utama gangguan ini adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh dari integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) antara lain:
ingatan masa lalu
kesadaran identitas dan penginderaan (awareness of identity and immediate sensations)
kontrol terhadap gerakan tubuh

PENGERTIAN DAN GEJALA
A. Amnesia Disosiatif
Amnesia disosiatif adalah hilangnya memori setelah kejadian yang penuh stres. Seseorang yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat informasi pribadi yang penting, biasanya setelah suatu episode yang penuh stres.
Pada amnesia total, penderita tidak mengenali keluarga dan teman-temannya, tetapi tetap memiliki kemampuan bicara, membaca dan penalaran, juga tetap memiliki bakat dan pengetahuan tentang dunia yang telah diperoleh sebelumnya.

B. Fugue Disosiatif
Fugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai dengan meninggalkan rumah dan menciptakan identitas baru.
Dalam fugue disosiatif, hilangnya memori lebih besar dibanding dalam amnesia disosiatif. Orang yang mengalami fugue disosiatif tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba meninggalkan rumah dan beraktivitas dengan menggunakan identitas baru.

C. Gangguan Depersonalisasi
Gangguan depersonalisasi adalah suatu kondisi dimana persepsi atau pengalaman seseorang terhadap diri sendiri berubah.
Dalam episode depersonalisasi, yang umumnya dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan rasa diri mereka. Para penderita gangguan ini mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa, misalnya ukuran tangan dan kaki mereka berubah secara drastis, atau suara mereka terdengar asing bagi mereka sendiri. Penderita juga merasa berada di luar tubuh mereka, menatap diri mereka sendiri dari kejauhan, terkadang mereka merasa seperti robot, atau mereka seolah bergerak di dunia nyata.

D. Gangguan Identitas Disosiatif
Gangguan identitas disosiatif suatu kondisi dimana seseorang memiliki minimal dua atau lebih kondisi ego yang berganti-ganti, yang satu sama lain bertindak bebas. Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah, kondisi yang berbeda dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda.
Secara singkat kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan identitas disosiatif ialah:
a. Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitas
b. Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulang
c. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang penting.

ETIOLOGI
Istilah gangguan disosiatif merujuk pada mekanisme, dissosiasi, yang diduga menjadi penyebabnya. Pemikiran dasarnya adalah kesadaran biasanya merupakan kesatuan pengalaman, termasuk kognisi, emosi dan motivasi. Namun dalam kondisi stres, memori trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudian hari tidak dapat diakses oleh kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang yang bersangkutan, sehingga kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue.
Pandangan behavioral mengenai gangguan disosiatif agak mirip dengan berbagai spekulasi awal tersebut. Secara umum para teoris behavioral menganggap dissosiasi sebagai respon penuh stres dan ingatan akan kejadian tersebut.

Etiologi GID. Terdapat dua teori besar mengenai GID. Salah satu teori berasumsi bahwa GID berawal pada masa kanak-kanak yang diakibatkan oleh penyiksaan secara fisik atau seksual. Penyiksaan tersebut mengakibatkan dissosiasi dan terbentuknya berbagai kepribadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma (Gleaves, 1996).
Teori lain beranggapan bahwa GID merupakan pelaksanaan peran sosial yang dipelajari. Berbagai kepribadian yang muncul pada masa dewasa umumnya karena berbagai sugesti yang diberikan terapis (Lilienfel dkk, 1999; Spanos, 1994). Dalam teori ini GID tidak dianggap sebagai penyimpangan kesadaran; masalahnya tidak terletak pada apakah GID benar-benar dialami atau tidak, namun bagaimana GID terjadi dan menetap.

TERAPI
Gangguan disosiatif menunjukkan, mungkin lebih baik dibanding semua gangguan lain, kemungkinan relevansi teori psikoanalisis. Dalam tiga gangguan disosiatif, amnesia, fugue dan GID, para penderita menunjukkan perilaku yang secara sangat meyakinkan menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mengakses berbagai bagian kehidupan pada masa lalu yang terlupakan. Oleh sebab itu, terdapat hipotesis bahwa ada bagian besar dalam kehidupan mereka yang direpres.
Terapi psikoanalisis lebih banyak dipilih untuk gangguan disosiatif dibanding masalah-masalah psikologis lain. Tujuan untuk mengangkat represi menjadi hukum sehari-hari, dicapai melalui penggunaan berbagai teknik psikoanalitik dasar.
Terapi GID. Hipnotis umum digunakan dalam penanganan GID. Secara umum, pemikirannya adalah pemulihan kenangan menyakitkan yang direpres akan difasilitasi dengan menciptakan kembali situasi penyiksaan yang diasumsikan dialami oleh pasien. Umumnya seseorang dihipnotis dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka kembali ke peristiwa masa kecil. Harapannya adalah dengan mengakses kenangan traumatik tersebut akan memungkinkan orang yang bersangkutan menyadari bahwa bahaya dari masa kecilnya saat ini sudah tidak ada dan bahwa kehidupannya yang sekarang tidak perlu dikendalikan oleh kejadian masa lalu tersebut.
Terdapat beberapa prinsip yang disepakati secara luas dalam penganganan GID, terlepas dari orientasi klinis (Bower dkk, 1971; Cady, 1985; Kluft, 1985, 1999; Ross, 1989)
Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian
Setiap kepribadian harus dibantu untuk memahami bahwa ia adalah bagian dari satu orang dan kepribadian- kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.
Terapis harus menggunakan nama setiap kepribadian hanya untuk kenyaman, bukan sebagai cara untuk menegaskan eksistensi kepribadian yang terpisah dan otonom.
Seluruh kepribadian harus diperlakukan secara adil
Terapis harus mendorong empati dan kerjasama diantara berbagai kepribadian
Diperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kanak-kanak yang mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.


Tujuan setiap pendekatan terhadap GID haruslah untuk meyakinkan penderita bahwa memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak lagi diperlukan untuk menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang memicu disosiasi awal, trauma di masa sekarang atau trauma di masa yang akan datang.
Posted by Dhea Hediyati On 02.01 No comments READ FULL POST

Kamis, 02 Juli 2015

KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING

A.    Pengertian Bimbingan dan Konseling
1.      Pengertian Bimbingan
            Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukan, membimbing, menuntun, ataupun membantu”. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan.
           Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno, 2004:99).
Djumhur dan Moh. Surya (1975) memberikan pandangannya tentang bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sitematis kepada individu untuk memcahkan masalah yang dihadapinya. Winkel (2005) memberikan definisi bimbingan ialah usaha melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Bernard & Fullmer (1969) mengemukakan bahwa bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan realisisasi pribadi setiap individu.
Berdasarkan pengertian konseling menurut para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan tambahan untuk memahami dan mengatasi permalahan yang dialami oleh individu atau seseorang tersebut, dengan cara terus menerus dan sitematis.
2.      Pengertian Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien (Prayitno, 2004:105).
Menurut Pietrofesa, Leonard dan Hoose (1978) yang dikutip oleh Mappiare (2004) konseling merupakan suatu proses dengan adanya seseorang  yang dipersiapkan secara profesional untuk membantu orang lain dalam pemahaman diri pembuatan keputusan dan pemecahan masalah dari hati kehati antar manusia dan hasilnya tergantung pada kualitas hubungan.

Sedangkan menurut Sulianti Saroso, Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan tujuan jelas, memberi waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan.
Berdasarkan pengertian konseling menurut para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan proses pemberian bantuan secara intensif dan sistematis dari seorang konselor kepada kliennya dalam rangka pemecahan suatu masalah agar klien mendapat pilihan yang baik. Disamping itu juga diharapakan agar klien dapat memahami dirinya (self understanding) dan  mampu menerima kemampuan dirinya sendiri.

B.     Tujuan Bimbingan dan Konseling
Secara garis besar, tujuan bimbingan dan konseling dibagi menjadi 2, yaitu tujuan umun dan tujuan khusus. Guna memperjelas apa yang menjadi tujuan umum dan khusus, akan disampaikan penjelasannyasebagai berikut:
1.    Tujuan Umum
Ditinjau dari perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling senantiasa mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai yang komprehensif.Tujuan bimbingan dan konseling dengan mengikuti pada perkemangan konsepsi bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada, serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
2.    Tujuan Khusus
Tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahanya. Dengan demikian maka tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk tiap-tiap individu bersifat unik pula, artinya tujuan bimbingan dan konseling untuk individu yang satu dengan individu yang yang lain tidak boleh disamakan.

C.     Hubungan Bimbingan dan Konseling
Menurut Mohamad Surya (1988), ada tiga pandangan mengenai hubungan antara bimbingan dan konseling. Pandangan pertama berpendapat bahwa bimbingan sama dengan konseling. Kedua istilah tidak mempunyai perbedaan yang mendasar.
Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan berbeda dengan konseling, baik dasar maupun cara kerja. Menurut pandangan kedua, bimbingan merupakan pendidikan sedangkan konseling merupakan psikoterapi yaitu usaha untuk menolong individu yang mengalami masalah serius.
Pandangan ketiga berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang terpadu, keduanya tidak saling terpisah.Berkaitan dengan pandangan ketiga ini, Downing (1998); Hansen, Stefic, dan Warner (1977) dalam Prayitno (1978), menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus yang terorganisasi dan terintegrasi ke dalam program sekolah untuk menunjang kegiatan perkembangan siswa secara optimal, sedangkan konseling adalah usaha pemberian bantuan kepada murid secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru guna penyesuaian diri.
Moser dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan bahwa di dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari proses pemberian bantuan. Mortesen dan Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa konseling adalah jantung hatinya program bimbingan.

D.    Persamaan dan perbedaan Bimgingan dan Konseling
1.      Persamaan antara bimbingan dan konseling
Persamaan antara bimbingan terletak pada tujuan yang hendak dicapai yaitu sama-sama diterapkan dalam program persekolahan, sama-sama berusaha untuk memandirikan individu, dan sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tempat kedua kegiatan itu diselenggarakan.
2.      Perbedaan antara bimbingan dan konseling
Perbedaan antara bimbingan dan konseling terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga yang menyelenggarakan.
Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut dengan usaha pemberian informasi dan dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa dan lebih menekankan pada fungsi pencegahan, sedangakan konseling merupakan bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang manusia yaitu antara konselor dan klien.
Dari segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, orang dewasa lainnya. Namun, konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih.
Dengan kata lain, konseling merupakan bentuk khusus bimbingan yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada klien secara individu.

E.     Orientasi BK
1.      Orientasi Perseorangan
Orientasi ini menghendaki agar konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Kondisi keseluruhan siswa merupakan konfigurasi yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual harus diperhitungkan. Berkenaan dengan isu kelompok atau individu, konselor memilih individu sebagai titik berat pandangannya.
2.      Orientasi Perkembangan
        Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan pentingnya peranan perkembangan yang terjadi pada saat ini dan yang akan terjadi pada diri individu dimasa yang akan datang. Keseluruhan proses perkembangan itu menjadi perhatian bimbingan dan konseling.
3.      Orientasi Permasalahan
        Hambatan dan rintangan seringkali dialami oleh individu dalam menjalani kehidupan dan proses perkembangannya. Padahal tujuan bimbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu sendiri, ialah kebahagiaan. Oleh karena itu maka perlu diwaspadai kemungkinan timbulnya hambatan dan rintangan yang mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan.

F.      Ruang lingkup BK
1.      Ruang Lingkup dari segi Pelayanan
a.       Pelayanan Bimbingan Konseling di Sekolah
1)      Keterkaitan antara bidang pelayanan bimbingan konseling dan bidang-bidang lain. Terdapat tiga bidang pelayanan pendidikan yaitu:
a)      Bidang kurikulum dan pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan dan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran yaitu keterampilan, sikap dan kemampuan berkomunikasi peserta didik.
b)      Bidang administrasi dan kepimpinan, yaitu bentuk-bentuk kegiatan perencanaan, pembiayaan, prasaraan dan saran fisik, dan pengawasan.
c)      Bidang kesiswaan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara individual.
2)      Tanggung Jawab Konselor Sekolah
Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab, konselor menjadi ‘pelayan’ bagi pencapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh.
b.       Pelayanan Bimbingan Dan Konseling di Luar Sekolah
1)      Bimbingan dan Konseling Keluarga
Mutu kehidupan di dalam masyarakat sebagian besar ditentukan oleh mutu keluarga. Pelayanan Bimbingan Konseling keluarga bertujuan menangani permasalahan dalam sesebuah keluarga seperti penceraian dan sebagainya.
2)      Bimbingan dan Konseling dalam Lingkungan Yang Lebih Luas
Permasalahan masyarakat juga berlaku di lingkungan perusahaan, industri, kantor-kantor dan lembaga kerja lainnya serta organisasi masyarakat seperti panti jompo, rumah yatim piatu dan lain-lain yang tidak terlepas dari masalah dan memerlukan jasa bimbingan konseling.
2.      Ruang Lingkup dari segi Fungsi: Memberi kemudahan dalam tindakan konseling (pada konselor)
a.       Fungsi pemahaman
Dalam fungsi pemahaman. Terdapat beberapa hal yang perlu kita pahami, yaitu pemahaman tentang masalah klien. Dalam pengenalan, bukan saja hanya mengenal diri klien, melainkan lebih dari itu, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungan klien.
Pemahanman tentang lingkungan yang ”Lebih Luas”. Lingkungan klien ada dua, ada sempit dan luas. Lingkungan sempit yaitu kondisi sekitar individu yang secara langsung mempengaruhi individu, contohnya rumah tempat tinggal, kondisi sosio ekonomi dan sosio emosional keluatga, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan yang lebih luas adalah lingkungan yang memberikan informasi kepada individu, seperti informasi pendidikan dan jabatan bagi siswa, informasi promosi dan pendidikan tempat lanjut bagi para karyawan, dan lain-lain.
b.      Fungsi pencegahan
Fungsi pencegahan ini berfungsi agar klien tidak memasuki ketegangan ataupun gangguan tingkat lanjut dari hidupnya agar tidak memasuki hal-hal yang berbahaya tingkat lanjut, yang mana perlu pengobatan yang rumit pula.
c.       Fungsi pengentasan
Dalam bimbingan dan konseling, konselor bukan ditugaskan untuk mengental dengan menggunakan unsur-unsur fisik yang berada di luar diri klien, tapi konselor mengentas dengan menggunakan kekuatan-kekuatan yang berada di dalam diri klien sendiri.
d.      Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala yang baik yang ada pada diri individu, baik hal yang merupakan pembawaan, maupun dari hasil penembangan yang telah dicapai selama ini. Dalam bimbingan dan konseling, funsi pemeliharaan dan pengembang dilaksanakan melalui berbagai peraturan,kegiatan dan program.
3.      Ruang Lingkup Dari Segi Sasaran
a.       Perorangan / individual
Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
b.      Kelompok
Bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan kepada sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu memberikan manfaat atau jasa kepada sejumlah orang.
4.      Ruang Lingkup Dari Segi Pendidikan Dan Karir
a.       BK Pendidikan: Siswa, prestasi, pergaulan dll.
Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
b.      Bimbingan Konseling Karir: Pekerja, motivasi, dll
Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
5.      Ruang Lingkup Dari Segi Sosial Budaya
Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

G.    Kesalahpahaman Bimbingan dan Konseling
Dalam bukunya, Prayitno (2004:120-129) menjelaskan tentang kesalahpahaman yang terjadi dalam bimbingan dan konseling, antara lain:
1.      Bimbingan dan Konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan sehari-hari.
Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa dituntut untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan interpersonal dengan para siswanya, namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui pelayanan pengajaran semata, seperti dalam hal pelayanan dasar (kurikulum bimbingan dan konseling), perencanaan individual, pelayanan responsif, dan beberapa kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya.
Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah dari pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajaran dan/atau manajemen), yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda
2.      Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah” yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah. Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah.
3.      Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
4.      Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu. Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan).
5.      Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
6.      Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”.
Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan yang akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).
7.      Bimbingan dan konseling bekerja sendiri
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan piha-pihak lain; terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru pembimbing saja .Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat menentukan. Guru pembimbing harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah itu.
8.      Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif
Disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah, guru pembimbing memang harus aktif, bersikap “jemput bola”, tidak hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan kepadanya. Sementara itu, personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu.
9.      Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi.
10.  Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru konselor mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul. Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya.
11.  Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater
Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya. Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater.
Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah.Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
12.  Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.
13.  Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling, dan sarana yang tersedia.
14.  Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan
15. Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangani masalah-Masalah Yang Ringan Saja.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hadi. 2010. Ruang Lingkup Bimbingan Konseling. Tersedia dalam http://bpi-uinsuskariau3.blogspot.com/2010/10/ruang-lingkup-bimbingan-konseling.html diunduh 17 September 2012.

Ikhwan Nurhakim. 2011. Kesalah Pemahaman Tentang Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Tersedia dalam http://precounselor.wordpress.com/2011/03/13/15-kesalah-pemahaman-tentang-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/ diunduh 17 September 2012.

Mugiarso, Heru. 2007. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang.

Prayitno & Amti, Erman. 2004. Dasar – Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Salahuddin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.
Posted by Dhea Hediyati On 23.59 No comments READ FULL POST
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

    Blogger news

    Blogroll

    About