KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pengertian
Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian
Bimbingan
Secara
etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata “Guidance” berasal
dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukan, membimbing,
menuntun, ataupun membantu”. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum
bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan.
Bimbingan
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada
seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa;
agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan
mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno, 2004:99).
Djumhur dan Moh. Surya (1975) memberikan pandangannya
tentang bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus
dan sitematis kepada individu untuk memcahkan masalah yang dihadapinya. Winkel
(2005) memberikan definisi bimbingan ialah usaha melengkapi individu dengan
pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Bernard & Fullmer (1969) mengemukakan
bahwa bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
realisisasi pribadi setiap individu.
Berdasarkan pengertian konseling menurut para ahli di atas
maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang dilakukan oleh
seorang ahli kepada individu atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan
tambahan untuk memahami dan mengatasi permalahan yang dialami oleh individu
atau seseorang tersebut, dengan cara terus menerus dan sitematis.
2. Pengertian
Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara
pada teratasinya masalah yang dihadapi klien (Prayitno, 2004:105).
Menurut Pietrofesa, Leonard dan Hoose (1978) yang dikutip
oleh Mappiare (2004) konseling merupakan suatu proses dengan adanya
seseorang yang dipersiapkan secara
profesional untuk membantu orang lain dalam pemahaman diri pembuatan keputusan
dan pemecahan masalah dari hati kehati antar manusia dan hasilnya tergantung
pada kualitas hubungan.
Sedangkan menurut Sulianti Saroso, Konseling adalah proses
pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan tujuan jelas, memberi waktu,
perhatian dan keahliannya, untuk membantu klien mempelajari keadaan dirinya,
mengenali dan melakukan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan
lingkungan.
Berdasarkan pengertian konseling menurut para ahli di atas
maka dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan proses pemberian bantuan
secara intensif dan sistematis dari seorang konselor kepada kliennya dalam
rangka pemecahan suatu masalah agar klien mendapat pilihan yang baik. Disamping
itu juga diharapakan agar klien dapat memahami dirinya (self understanding)
dan mampu menerima kemampuan dirinya
sendiri.
B. Tujuan
Bimbingan dan Konseling
Secara garis besar, tujuan bimbingan dan konseling dibagi
menjadi 2, yaitu tujuan umun dan tujuan khusus. Guna memperjelas apa yang
menjadi tujuan umum dan khusus, akan disampaikan penjelasannyasebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Ditinjau dari perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling
senantiasa mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai yang
komprehensif.Tujuan bimbingan dan konseling dengan mengikuti pada perkemangan
konsepsi bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah untuk membantu individu
memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan
predisposisi yang dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada, serta sesuai
dengan tuntutan positif lingkungannya.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran
tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang
dialami individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahanya.
Dengan demikian maka tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk tiap-tiap
individu bersifat unik pula, artinya tujuan bimbingan dan konseling untuk
individu yang satu dengan individu yang yang lain tidak boleh disamakan.
C. Hubungan
Bimbingan dan Konseling
Menurut Mohamad Surya (1988), ada tiga pandangan mengenai
hubungan antara bimbingan dan konseling. Pandangan pertama berpendapat bahwa
bimbingan sama dengan konseling. Kedua istilah tidak mempunyai perbedaan yang
mendasar.
Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan berbeda dengan
konseling, baik dasar maupun cara kerja. Menurut pandangan kedua, bimbingan
merupakan pendidikan sedangkan konseling merupakan psikoterapi yaitu usaha
untuk menolong individu yang mengalami masalah serius.
Pandangan ketiga berpendapat bahwa bimbingan dan konseling
merupakan kegiatan yang terpadu, keduanya tidak saling terpisah.Berkaitan
dengan pandangan ketiga ini, Downing (1998); Hansen, Stefic, dan Warner (1977)
dalam Prayitno (1978), menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus
yang terorganisasi dan terintegrasi ke dalam program sekolah untuk menunjang
kegiatan perkembangan siswa secara optimal, sedangkan konseling adalah usaha
pemberian bantuan kepada murid secara perorangan dalam mempelajari cara-cara
baru guna penyesuaian diri.
Moser dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan bahwa
di dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari
proses pemberian bantuan. Mortesen dan Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa
konseling adalah jantung hatinya program bimbingan.
D. Persamaan dan
perbedaan Bimgingan dan Konseling
1. Persamaan
antara bimbingan dan konseling
Persamaan antara bimbingan terletak pada tujuan yang hendak
dicapai yaitu sama-sama diterapkan dalam program persekolahan, sama-sama
berusaha untuk memandirikan individu, dan sama-sama mengikuti norma-norma yang
berlaku di lingkungan masyarakat tempat kedua kegiatan itu diselenggarakan.
2. Perbedaan
antara bimbingan dan konseling
Perbedaan antara bimbingan dan konseling terletak pada segi
isi kegiatan dan tenaga yang menyelenggarakan.
Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut dengan
usaha pemberian informasi dan dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa dan
lebih menekankan pada fungsi pencegahan, sedangakan konseling merupakan bantuan
yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang manusia yaitu antara
konselor dan klien.
Dari segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua,
guru, wali kelas, kepala sekolah, orang dewasa lainnya. Namun, konseling hanya
dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih.
Dengan kata lain, konseling merupakan bentuk khusus
bimbingan yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada klien secara
individu.
E. Orientasi BK
1. Orientasi
Perseorangan
Orientasi ini menghendaki agar konselor menitikberatkan
pandangan pada siswa secara individual. Kondisi keseluruhan siswa merupakan
konfigurasi yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual
harus diperhitungkan. Berkenaan dengan isu kelompok atau individu, konselor
memilih individu sebagai titik berat pandangannya.
2. Orientasi
Perkembangan
Orientasi
perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan pentingnya peranan
perkembangan yang terjadi pada saat ini dan yang akan terjadi pada diri
individu dimasa yang akan datang. Keseluruhan proses perkembangan itu menjadi
perhatian bimbingan dan konseling.
3. Orientasi
Permasalahan
Hambatan dan
rintangan seringkali dialami oleh individu dalam menjalani kehidupan dan proses
perkembangannya. Padahal tujuan bimbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan
hidup dan perkembangan itu sendiri, ialah kebahagiaan. Oleh karena itu maka
perlu diwaspadai kemungkinan timbulnya hambatan dan rintangan yang mungkin
menimpa kehidupan dan perkembangan.
F. Ruang lingkup
BK
1. Ruang Lingkup
dari segi Pelayanan
a. Pelayanan
Bimbingan Konseling di Sekolah
1) Keterkaitan
antara bidang pelayanan bimbingan konseling dan bidang-bidang lain. Terdapat
tiga bidang pelayanan pendidikan yaitu:
a) Bidang
kurikulum dan pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan dan kurikulum dan
pelaksanaan pengajaran yaitu keterampilan, sikap dan kemampuan berkomunikasi
peserta didik.
b) Bidang
administrasi dan kepimpinan, yaitu bentuk-bentuk kegiatan perencanaan,
pembiayaan, prasaraan dan saran fisik, dan pengawasan.
c) Bidang
kesiswaan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu
kepada pelayanan kesiswaan secara individual.
2) Tanggung Jawab
Konselor Sekolah
Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab, konselor
menjadi ‘pelayan’ bagi pencapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh.
b. Pelayanan
Bimbingan Dan Konseling di Luar Sekolah
1) Bimbingan dan
Konseling Keluarga
Mutu kehidupan di dalam masyarakat sebagian besar ditentukan
oleh mutu keluarga. Pelayanan Bimbingan Konseling keluarga bertujuan menangani
permasalahan dalam sesebuah keluarga seperti penceraian dan sebagainya.
2) Bimbingan dan
Konseling dalam Lingkungan Yang Lebih Luas
Permasalahan masyarakat juga berlaku di lingkungan
perusahaan, industri, kantor-kantor dan lembaga kerja lainnya serta organisasi
masyarakat seperti panti jompo, rumah yatim piatu dan lain-lain yang tidak
terlepas dari masalah dan memerlukan jasa bimbingan konseling.
2. Ruang Lingkup
dari segi Fungsi: Memberi kemudahan dalam tindakan konseling (pada konselor)
a. Fungsi
pemahaman
Dalam fungsi pemahaman. Terdapat beberapa hal yang perlu
kita pahami, yaitu pemahaman tentang masalah klien. Dalam pengenalan, bukan
saja hanya mengenal diri klien, melainkan lebih dari itu, yaitu pemahaman yang
menyangkut latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi
lingkungan klien.
Pemahanman tentang lingkungan yang ”Lebih Luas”. Lingkungan
klien ada dua, ada sempit dan luas. Lingkungan sempit yaitu kondisi sekitar
individu yang secara langsung mempengaruhi individu, contohnya rumah tempat
tinggal, kondisi sosio ekonomi dan sosio emosional keluatga, dan lain-lain.
Sedangkan lingkungan yang lebih luas adalah lingkungan yang memberikan
informasi kepada individu, seperti informasi pendidikan dan jabatan bagi siswa,
informasi promosi dan pendidikan tempat lanjut bagi para karyawan, dan
lain-lain.
b. Fungsi
pencegahan
Fungsi pencegahan ini berfungsi agar klien tidak memasuki
ketegangan ataupun gangguan tingkat lanjut dari hidupnya agar tidak memasuki
hal-hal yang berbahaya tingkat lanjut, yang mana perlu pengobatan yang rumit
pula.
c. Fungsi
pengentasan
Dalam bimbingan dan konseling, konselor bukan ditugaskan
untuk mengental dengan menggunakan unsur-unsur fisik yang berada di luar diri
klien, tapi konselor mengentas dengan menggunakan kekuatan-kekuatan yang berada
di dalam diri klien sendiri.
d. Fungsi
pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala yang baik yang
ada pada diri individu, baik hal yang merupakan pembawaan, maupun dari hasil
penembangan yang telah dicapai selama ini. Dalam bimbingan dan konseling, funsi
pemeliharaan dan pengembang dilaksanakan melalui berbagai peraturan,kegiatan
dan program.
3. Ruang Lingkup
Dari Segi Sasaran
a. Perorangan /
individual
Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang
membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan
kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik
kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
b. Kelompok
Bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan kepada
sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu memberikan
manfaat atau jasa kepada sejumlah orang.
4. Ruang Lingkup
Dari Segi Pendidikan Dan Karir
a. BK
Pendidikan: Siswa, prestasi, pergaulan dll.
Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang
membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti
pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
b. Bimbingan
Konseling Karir: Pekerja, motivasi, dll
Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil
keputusan karir.
5. Ruang Lingkup
Dari Segi Sosial Budaya
Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang
membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan
hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga,
dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
G. Kesalahpahaman
Bimbingan dan Konseling
Dalam bukunya, Prayitno (2004:120-129) menjelaskan tentang
kesalahpahaman yang terjadi dalam bimbingan dan konseling, antara lain:
1. Bimbingan dan
Konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan
konseling adalah identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi
bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena
dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja
pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak
melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga
yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah
dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata
dibedakan dari praktik pendidikan sehari-hari.
Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa dituntut
untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan interpersonal dengan para siswanya,
namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang menyangkut kepentingan
siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat dilayani sepenuhnya oleh guru di
sekolah melalui pelayanan pengajaran semata, seperti dalam hal pelayanan dasar
(kurikulum bimbingan dan konseling), perencanaan individual, pelayanan
responsif, dan beberapa kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya.
Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan
eksklusif yang harus terpisah dari pendidikan. Pelayanan bimbingan dan
konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan
pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajaran dan/atau manajemen), yaitu
mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal.
Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing
memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda
2. Konselor di
sekolah dianggap sebagai polisi sekolah
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah
“polisi sekolah” yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin
dan keamanan di sekolah. Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut
perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah.
3. Bimbingan dan
Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa
pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari
upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling
menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien
secara optimal.
4. Bimbingan dan
Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat
insidental
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling
salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam
rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan
konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas
masalah-masalah yang muncul pada saat itu. Pekerjaan bimbingan dan konseling
dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan terencana, yang di dalamnya
mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat
proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan
maupun penyembuhan (pengentasan).
5. Bimbingan dan
Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa
yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun
bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and
Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang
sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
6. Bimbingan dan
Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”.
Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang
normal yang mengalami masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan
konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang
menghinggapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan yang akut tentunya
menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Masalahnya, tidak
sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati
dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan
bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).
7. Bimbingan dan
konseling bekerja sendiri
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang
terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan
lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin
menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan
dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Di
sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri
sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan
piha-pihak lain; terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah
dan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan
sendiri oleh guru pembimbing saja .Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran,
orang tua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat menentukan. Guru pembimbing
harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan saling
menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah itu.
8. Konselor harus
aktif, sedangkan pihak lain harus pasif
Disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak
bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung
aktif terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya
tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah, guru
pembimbing memang harus aktif, bersikap “jemput bola”, tidak hanya menunggu
didatangi siswa yang meminta layanan kepadanya. Sementara itu, personil sekolah
yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu.
9. Menganggap
pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh
siapa saja? Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban
”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan
dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika
bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan
dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas
tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri
keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan
oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya
itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan
Tinggi.
10. Pelayanan
Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari
gejala yang ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali
justru konselor mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari
gejala yang muncul. Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk
kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling malah berkutat pada
persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik
tidak masuk kelasnya.
11. Menyamakan
pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater
Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara
pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu
sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang
dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan
masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah
konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya.
Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan
pekerjaan dokter atau psikiater.
Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan
konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami
masalah.Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat
reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan
dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui
pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, modifikasi perilaku,
pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas
bimbingan dan konseling.
12. Menganggap hasil
pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang
dihadapi klien dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera
dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang
dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil
bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut
akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan
beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa
yang mengkonsultasikan tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter,
mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat
setelah dia menjadi seorang dokter.
13. Menyamaratakan
cara pemecahan masalah bagi semua klien
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah
haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak
ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan
sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu
dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin
ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk
mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi
klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas
bimbingan dan konseling, dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha
Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat
dikembangkan pada diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan
kata lain, ada dan digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan
sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh
mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan
bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan
ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa
lagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas
bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki
secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang
diperlukan
15. Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangani
masalah-Masalah Yang Ringan Saja.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif,
seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih
dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya,
suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya
masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor
adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap
kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka
konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih
kompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi. 2010. Ruang Lingkup Bimbingan Konseling.
Tersedia dalam
http://bpi-uinsuskariau3.blogspot.com/2010/10/ruang-lingkup-bimbingan-konseling.html
diunduh 17 September 2012.
Ikhwan Nurhakim. 2011. Kesalah Pemahaman Tentang Bimbingan
Dan Konseling Di Sekolah. Tersedia dalam
http://precounselor.wordpress.com/2011/03/13/15-kesalah-pemahaman-tentang-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/
diunduh 17 September 2012.
Mugiarso, Heru. 2007. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT
MKK Universitas Negeri Semarang.
Prayitno & Amti, Erman. 2004. Dasar – Dasar Bimbingan
Dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Salahuddin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Pustaka Setia.