Kamis, 02 Juli 2015

Bimbingan dan konseling merupakan bagian dari aspek pendidikan di Indonesia, Suatu bimbingan yang bertujuan  mengarahkan peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang baru dengan keadaan dan kondisi saat ini dengan kata lain membimbing peserta didik agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang di hadapi saat ini dan dapat merencanakan masa depannya sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan sosialnya, dan bimbingan juga dapat merupakan bantuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi di dalam kehidupan.
Bimbingan merupakan layanan yang bersifat profesional yang diberikan oleh para konselor, maka bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan harus dengan landasan yang kokoh dengan pemikiran dan penelitian yang mendalam, karena diharapkan agar lebih dapat bermanfaat besar bagi kehidupn manusia khususnya kliennya.
Berbagai macam kesalahpahan dari berbagai kasus yang memnganggap bahwa bimbingan dan konseling merupakan  polisi sekolah ataupun persepsi yang lainnya itu kemungkinan dapat dikarenakan penyelenggara bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan dengan tidak mempertimbangan landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu dalam upaya memberikan pemahaman mengenai bimbingan dan konseling akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap langkah gerak bimbingan dan konseling.
A.    Dari Tinjauan Filsafat
Sebagai penyelenggara bimbingan dan konseling yang profesional seorang konselor harus memiliki pemahaman yang akurat mengenai filsafat manusia itu dikarenakan bimbingan dan konseling masih berkaitan erat dengan pandangan para ahli mengenai hakikat manusia, tujuan dan tugas hidupnya selama ini dan kiat-kiat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai kemanusiaannya.

Landasan Filosofis atau Filsafat merupakan Landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi para konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggung jawabkan secara logis, etis maupun estetis.
Dari berbagai macam aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik, modern dan post modern, para penulis barat seperti Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003 telah mendekripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1.      Manusia merupakan makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu pengetahuan untuk pengembangan dirinya
2.      Manusia mampu memecahkan masalah-masalah yang ada pada dirinya jika ia mampu berusaha dan menggunakan segala kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya
3.      Manusia akan berusaha terus menerus mengembangkan dan menjadikan dirinya sendiri terutama melalui pendidikan
4.      Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari keburukan setidak tidaknya mengontrol keburukan.
5.      Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
6.      Manusia akan memenuhi tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas tugasnya sendiri.
7.      Manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri itu berarti menusia adalah unik.
8.      Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini kemungkinan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu.
9.      Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan pada suasana apapun, manusia dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya atau dengan peserta didiknya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok manusia yang utuh dengan berbagai dimensinya.
B.     Dari Tinjauan Sosial Budaya
Landasan yang dapat memberikan pemahaman terhadap konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu yaitu Landasan Sosial Budaya. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial budaya dimana mereka hidup. Manusia sudah di didik dari sejak lahir dalam membelajarkan dan mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial dan budaya di lingkungan sekitarnya yang ada.
Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan sosial budaya di lingkungan sekitarnya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya atau tersisih dari lingkungannya.
Lingkungan sosial budaya yang telah melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila suatu perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak dapat dijembatani maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang bersangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses bimbingan dan konseling ini akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuaian diri antar budaya yaitu : Perbedaan bahasa, komunikasi non verbal, stereotipe, kecenderungan menilai dan kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang di gunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang.
Stereotipe cenderung menyamarkan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif.
Kecemasan muncul ketika seorang idividu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasa asing.
Kecemasan yang berlebihan dalam kaitannya susunan antar budaya dapat menuju ke culture sock yang menyebabkan dia tidak tau sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komunikasi sosial antar konselor dengan klien dapat terjadi harmonis maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu di antisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti indonesia. Bimbingan dan Konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhineka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman atau berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

Daftar Pustaka


Mugiarso, Heru. 2007. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang.

http://widya888.blogspot.com/2011/10/rasionil-perlunya-bimbingan-dan.html
Posted by Dhea Hediyati On 23.44 No comments

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, Mulutmu Harimaumu

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

    Blogger news

    Blogroll

    About