Bimbingan dan konseling merupakan
bagian dari aspek pendidikan di Indonesia, Suatu bimbingan yang bertujuan mengarahkan peserta didik agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang baru dengan keadaan dan
kondisi saat ini dengan kata lain membimbing peserta didik agar mampu
beradaptasi dengan lingkungannya yang di hadapi saat ini dan dapat merencanakan
masa depannya sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan sosialnya, dan
bimbingan juga dapat merupakan bantuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
di dalam kehidupan.
Bimbingan merupakan layanan yang bersifat profesional yang
diberikan oleh para konselor, maka bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan
secara sembarangan harus dengan landasan yang kokoh dengan pemikiran dan
penelitian yang mendalam, karena diharapkan agar lebih dapat bermanfaat besar
bagi kehidupn manusia khususnya kliennya.
Berbagai macam kesalahpahan dari berbagai kasus yang
memnganggap bahwa bimbingan dan konseling merupakan polisi sekolah ataupun persepsi yang lainnya
itu kemungkinan dapat dikarenakan penyelenggara bimbingan dan konseling
dilakukan secara asal-asalan dengan tidak mempertimbangan landasan yang
seharusnya.
Oleh karena itu dalam upaya memberikan pemahaman mengenai
bimbingan dan konseling akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi
pijakan dalam setiap langkah gerak bimbingan dan konseling.
A. Dari Tinjauan
Filsafat
Sebagai penyelenggara bimbingan dan konseling yang
profesional seorang konselor harus memiliki pemahaman yang akurat mengenai filsafat
manusia itu dikarenakan bimbingan dan konseling masih berkaitan erat dengan
pandangan para ahli mengenai hakikat manusia, tujuan dan tugas hidupnya selama
ini dan kiat-kiat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
kemanusiaannya.
Landasan Filosofis atau Filsafat merupakan Landasan yang
dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi para konselor dalam
melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa
dipertanggung jawabkan secara logis, etis maupun estetis.
Dari berbagai macam aliran filsafat yang ada, mulai dari
filsafat klasik, modern dan post modern, para penulis barat seperti Victor
Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam
Prayitno, 2003 telah mendekripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1. Manusia
merupakan makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu
pengetahuan untuk pengembangan dirinya
2. Manusia mampu
memecahkan masalah-masalah yang ada pada dirinya jika ia mampu berusaha dan
menggunakan segala kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya
3. Manusia akan
berusaha terus menerus mengembangkan dan menjadikan dirinya sendiri terutama
melalui pendidikan
4. Manusia
dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya
untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari keburukan setidak tidaknya mengontrol
keburukan.
5. Manusia
memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
6. Manusia akan
memenuhi tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui
pemenuhan tugas tugasnya sendiri.
7. Manusia itu
mengarahkan kehidupannya sendiri itu berarti menusia adalah unik.
8. Manusia adalah
bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang
menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini kemungkinan manusia berubah
dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia
itu.
9. Manusia pada
hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan pada suasana apapun, manusia
dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan
sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia maka setiap upaya bimbingan
dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya atau
dengan peserta didiknya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai
sosok manusia yang utuh dengan berbagai dimensinya.
B. Dari Tinjauan
Sosial Budaya
Landasan yang dapat memberikan pemahaman terhadap konselor
tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu yaitu Landasan Sosial Budaya. Seorang
individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial budaya dimana mereka
hidup. Manusia sudah di didik dari sejak lahir dalam membelajarkan dan
mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial dan budaya di
lingkungan sekitarnya yang ada.
Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan sosial budaya di
lingkungan sekitarnya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya atau
tersisih dari lingkungannya.
Lingkungan sosial budaya yang telah melatarbelakangi dan
melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
suatu perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak dapat dijembatani maka tidak
mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya
dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu
yang bersangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses bimbingan dan konseling ini akan terjadi
komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara
konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson
dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin
timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuaian diri antar budaya yaitu :
Perbedaan bahasa, komunikasi non verbal, stereotipe, kecenderungan menilai dan
kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang di gunakan oleh pihak-pihak yang
berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non verbal pun sering
kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang.
Stereotipe cenderung menyamarkan sifat-sifat individu atau
golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif yang biasanya tidak tepat.
Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif
tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif.
Kecemasan muncul ketika seorang idividu memasuki lingkungan
budaya lain yang unsur-unsurnya dirasa asing.
Kecemasan yang berlebihan dalam kaitannya susunan antar
budaya dapat menuju ke culture sock yang menyebabkan dia tidak tau sama sekali
apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komunikasi sosial antar
konselor dengan klien dapat terjadi harmonis maka kelima hambatan komunikasi
tersebut perlu di antisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia,
Moh Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling
multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural
sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti indonesia. Bimbingan dan
Konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhineka tunggal ika, yaitu
kesamaan di atas keragaman atau berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Layanan
bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya
bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi
pluralistik.
Daftar Pustaka
Mugiarso, Heru. 2007. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT
MKK Universitas Negeri Semarang.
http://widya888.blogspot.com/2011/10/rasionil-perlunya-bimbingan-dan.html
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, Mulutmu Harimaumu